Senin, 30 Desember 2013

Bimbingan Ulama Dalam Menyikapi Natal dan Tahun Baru


Penyusun: Al-Ustadz Muhammad Rifqi hafidzahullah
  
Para pembaca yang berbahagia,
Hari Natal dan Tahun Baru sering menjerumuskan kaum muslimin. Natal merupakan salah satu hari raya umat Kristen dalam rangka memperingati kelahiran Isa al-Masih ‘alaihissalam
yang menurut anggapan mereka jatuh pada tanggal 25 Desember. Sedangkan perayaan Tahun Baru adalah perayaan untuk menyambut berakhirnya masa satu tahun kalender Masehi (Gregorian) dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya pada tanggal 1 januari. Bagaimanakah pandangan Islam dalam hal ini? Islam –sebagai agama yang sempurna- melalui para ulama, telah memberikan bimbingan yang tepat kepada umatnya di dalam menyikapi 2 hari raya tersebut sebagaimana berikut ini:

  • Umar bin al-Khoththob radhiallahu’anhu berkata, “Jauhilah oleh kalian musuh-musuh Allah subhanawata’ala pada hari raya mereka.” (HR. al-Baihaqi no. 18641. Lihat: Fatawa Ulama al-Haram al-Makki hal. 113)
  • Al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah menyebutkan sebuah pasal dalam kitabnya: “Pasal. Bid’ah Hari-Hari Raya dan Perayaan-Perayaan, Serta Larangan untuk Ikut Serta Merayakan bersama Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen) Pada Hari-Hari Raya dan Perayaan-Perayaan (Hari Besar) Mereka.” (al-Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’, hal. 120)
Tentang perayaan Tahun Baru Masehi beliau rahimahullah juga menyebutkan: “Larangan dari Perayaan yang dinamakan Malam Tahun Baru Masehi. Dan ini termasuk dari perkara yang dilakukan oleh kebanyakan manusia pada musim dingin, yang menurut anggapan mereka bahwa pada saat itulah Nabi Isa ‘alaihissalam dilahirkan. Maka seluruh yang dilakukan pada malam-malam ini merupakan kemungkaran seperti menyalakan api, membuat makanan (menyambut Tahun Baru), membeli lilin dan selainnya (seperti terompet, pent). Karena sesungguhnya menjadikan hari-hari kelahiran sebagai hari raya adalah berasal dari ajaran Kristen. Yang demikian ini, tidak ada asalnya dalam ajaran Islam.” (al-Amru bil Ittiba’ wa Nahyu ‘anil Ibtida’, hal 122)
  • Komisi Fatawa Saudi Arabia (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta)
Pertanyaan: “Apa hukumnya turut serta bersama orang-orang Kristen dalam merayakan hari-hari raya mereka? Berilah kami fatwa semoga Allah subhanawata’ala memberi pahala kepada kalian.
Jawab: “Tidak boleh untuk turut serta bersama orang-orang Kristen dan selain mereka dari kalangan orang-orang kafir dalam merayakan hari-hari raya mereka. Karena perbuatan yang demikian merupakan bentuk tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran, menyetujui kemungkaran yang ada pada mereka, dan menunjukkan kecintaan kepada mereka. Allah subhanawata’ala telah menyebutkan dalam firman-Nya tentang sifat hamba-hamba Allah subhanawata’ala, diantaranya adalah: “Dan orang-orang yang tidak menghadiri az-Zur.” (al-Furqan: 72). Tafsir ayat tersebut adalah (diantara sifat hamba-hamba Allah subhanawata’ala) mereka tidak menghadiri acara-acara kemungkaran, seperti hari-hari raya orang-orang kafir dan selainnya.” (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta 1/ 441, No. 16426)
  • Komisi Fatawa Saudi Arabia (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta)
Pertanyaan: “Apakah boleh bagi seorang muslim untuk turut serta bersama orang-orang Kristen dalam hari-hari raya Kristen seperti hari Natal –yang jatuh pada akhir bulan Desember- ataukah tidak? Di lingkungan kami terdapat orang-orang yang dianggap alim ulama akan tetapi mereka menghadiri acara orang-orang Kristen yaitu pada hari raya Kristen dan mereka berpendapat bolehnya untuk menghadiri acara tersebut. Apakah pendapat yang demikian benar atau tidak? Apakah mereka memiliki landasan syar’i atas bolehnya atau tidak?
Jawab: “Tidak boleh turut serta bersama orang-orang Kristen dalam hari-hari raya mereka, walaupun yang turut serta di dalamnya adalah orang-orang yang dianggap alim ulama. Karena dalam perbuatan yang demikian akan memperbanyakjumlah mereka dan merupakan bentuk tolong-menolong dalam dosa. Allah subhanawata’ala berfirman: “Dan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2) (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta 2/ 76, No. 8848)
  • Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir (Kristen) pada hari Natal? Bagaimana kita membalas ucapan mereka apabila mereka mengucapkannya kepada kita? Apakah boleh untuk menghadiri perayaan-perayaan mereka? Apakah seorang muslim berdosa apabila menghadirinya dengan tanpa maksud tertentu? Hanya saja alasan menghadirinya bisa karena sekedar formalitas, malu, terpaksa (instruksi dari instansi) atau alasan lainnya (demi toleransi beragama)? Apakah boleh menyerupai mereka dalam hal ini?
Beliau rahimahullah menjawab: “Memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir (Kristen) pada hari Natal atau selainnya dari hari-hari raya keagamaan mereka hukumnya adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya ‘Ahkan Ahli Dzimmah’: “Adapun memberi ucapan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kekafiran yang menjadi cirri khasnya maka hukumnya adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari raya dan puasa dengan mengucapkan, ‘Hari raya yang penuh keberkahan untukmu’ atau engkau memberi ucapan selamat dengan hari raya tersebutdan yang semacamnya. Maka yang demikian ini, apabila si pengucapnya selamat dari kekufuran, minimalnya perbuatan tersebut adalah haram. Ibaratnya dia mengucapkan slamat atas sujudnya yang demikian lebih besar dosanya di sisi Allah subhanawata’ala dan sangat dibenci daripada mengucapkan selamat kepada mereka karena mereka meminum minuman keras, membunuh orang lain, berzina dan semacamnya. Kebanyakan orang-orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perbuatan ini dan tidak mengetahui keburukan perbuatannya.
Maka barangsiapa yang memberi ucapan selamat kepada orang yang melakukan kemaksiatan, kebid’ahan atau kekafiran berarti ia telah menyerahkan dirinya untuk menerima kebencian dan kemurkaan Allah.”
(Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata), Haramnya memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir pada hari-hari raya keagamaan mreka, dan sebagaimana pula yang diucapkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah, karena yang demikian berarti menyetujui kekafiran mereka dan ridho dengannya. Walaupun ia tidak ridha, kekafiran tersebut mengenai dirinya namun diharamkan bagi setiap muslim untuk meridhai kekafiran atau memberi ucapan selamat dengannya pada diri orang lain.
Karena Allah subhanawata’ala tidak meridhai yang demikian sebagaimana firman Allah subhanawata’ala: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak membutuhkan (ilmu)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (az-Zumar: 7).
Allah subhanawata’ala juga berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagimu.” (al-Maidah: 3)
Memberi ucapan selamat kepada mereka hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang kafir) yang punya hubungan bisnis dengan seorang muslim ataukah tidak. Apabila mereka memberi ucapan selamat kepada kita pada hari-hari raya mereka maka kita tidak boleh membalasnya karena itu bukan hari raya kita. Dan hari raya mereka tidak diridhai Allah subhanawata’ala. Karena hari-hari raya mereka bisa jadi sesuatu yang diada-adakan atau disyariatkan dalam agama mereka akan tetapi itu semua telah dihapus oleh Islam dengan diutusnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihiwasallam oleh karena Allah subhanawata’ala kepada seluruh makhluk.
Allah subhanawata’ala berfirman: “Barangsiapa mencari agama selain islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali-Imran: 85).
Haram hukumnya bagi setiap muslim untuk memenuhi undangan hari raya mereka. Karena perbuatan yang demikian lebih buruk dari pada memberi ucapan selamat kepada mereka dikarenakan dia telah turut serta di dalamnya. Demikian pula diharamkan bagi setiap muslim untuk menyerupai orang-orang kafir dengan mengadakan pesta, tukar-menukar hadiah, membagi-bagi permen, menyediakan makanan, libur kerja dan semisalnya pada saat hari raya mereka. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasallam bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dar mereka.” (HR. Ahmad 2/ 50, 92)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan dalam kitabnya ‘Iqtidha Shirathal Mustaqim’: “Menyerupai orang-orang kafir pada sebagian hari-hari raya-nya akan menanamkan rasa senang dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada diri mereka. Yang demikian bisa jadi akan memberi semangat bagi mereka untuk mengambil kesempatan (menjalankan misi) dan merendahkan orang-orang yang lemah.”
(Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata), “Dan barangsiapa yang melakukan demikian maka ia berdosa baik melakukannya karena sekedar formalitas, rasa suka, malu atau sebab lainnya. Karena yang demikian berarti telah melakukan penipuan terhadap agama dan menjadi sebab semakin menguatnya jiwa orang-orang kafir dan membuat mereka semakin bangga terhadap agama mereka.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin 3/ 44 – 4, fatwa no. 404).
  • Komisi Fatawa Saudi Arabia (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta’)
Pertanyaan: “Di sana ada sebagian kaum muslimin yang merayakan hari-hari raya orang-orang kafir dan hari-hari raya yang tidak disyariatkan oleh Allah subhanawata’ala seperti hari ibu, hari raya musim semi rakyat Mesir dan hari raya tahun baru. Apa hukumnya orang yang merayakan hari-hari raya tersebut?
Jawab: “Semua hari raya ini adalah bid’ah (tidak ada asalnya dalam Islam), tidak boleh untuk ikut nerayakannya dan tidak boleh pula untuk menjadikannya sebagai hari raya. Dan tidak ada di dalam ajaran Islam selain dari 2 hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Oleh karena itulah wajib bagi setiap orang yang Allah subhanawata’ala telah terangi pandangannya dengan mengetahui kebenaran agar memberikan nasehat dan bimbingan dengan penuh hukmah kepada siapapun yang merayakan hari-hari raya yang bid’ah tersebut. Apabila dia mau menjauh dari perbuatan tersebut maka dia tidak terkena dosa dan apabila tetap bersikeras di atas kebid’ahan tersebut maka ia berdosa.” (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta 1/ 437, soal ke 1 No. 16419)
  • Komisi Fatwa Saudi Arabia juga melarang kaum muslimin saling memberi ucapan Selamat Tahun Bru Masehi dikarenakan perayaan tersebut tidak disyariatkan dalam Islam. (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta 1/ 454, soal ke 1 No. 20795)
  • Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan rahimahullah mengatakan, “Termasuk perbuatan yang menunjukkan rasa cinta kepada orang-orang kafir adalah: … Turut serta bersama orang-orang kafir di dalam perayaan-perayaan mereka atau tolong-menolong dengan mereka dalam penyelenggaraan acara tersebut, mengucapkan selamat atas perayaan-perayaan tersebut atau ikut menghadiri dalam perayaan-perayaan tersebut.
Hal ini sebagai tafsir dari firman Allah subhanawata’ala: “Dan orang-orang yang tidak menghadiri az-Zur.” Tafsir dari ayat ini adalah (termasuk dari sifat hamba-hamba Allah subhanawata’ala) mereka tidak menghadiri acara-acara kemungkaran, seperti perayaan-perayaan orang kafir.” (al-Wala wal Bara, hal. 13).
  • Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tertanggal 1 Jumadal Ula 1401 Hijriyyah/ 7 Maret 1981 Masehi yang itetapkan di Jakarta memfatwakan tentang larangan mengikuti upacara natal bersama bagi umat Islam dan mengikuti kegiatan-kegiatan natal. (Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia sejak 1975 Bidang Sosial dan Budaya, hal. 307 – 314)
Wallahu a’lan bish shawab.
Sumber : diketik ulang untuk darussalaf.or.id dari Buletin Jum’at Al-Ilmu Edisi 08/II/XII/1435H

Minggu, 29 Desember 2013

Manhaj Bunglon Dzulqarnain Terhadap Ihya’ Ut Turats


Dzulqarnain Pahlawan Kesiangan Para Turatsiyun Sururiyun:

Di Depan Umat Melecehkan Duat Ahlussunnah,

Di Depan Ulama Menikam Dengan Laporan-Laporan Dusta

Diantara bukti Manhaj Bunglon Dzulqarnain hadahullah lainnya adalah melecehkan, menjelek-jelekkan Salafiyun di depan umat dengan menggelari Ahlussunnah yang gigih mentahdzir Ihya’ut Turats sebagai Pahlawan Kesiangan dan tuduhan menyibukkan (memalingkan) dari ilmu dengan alasan masalah Ihya’ut Turats sudah lama selesai (karena telah ditahdzir oleh para ulama):
…Jadi sebenarnya permasalahan Ihyaut Turats ini hanya dimunculkan oleh sebagian orang, oleh Salafiyin sendiri sudah lama selesai dari Ihyaut Turats. Ya…sudah lama selesainya bahwa mereka ini yayasan hizbiyyah, ya..memecahbelah dan seterusnya itu sudah lama selesainya TAPI ADA SEBAGIAN ORANG YANG… APA NAMANYA…INGIN MENJADI PAHLAWAN KESIANGAN ..YA… BAHWA DIA MEMUNCULKAN MASALAH-MASALAH YANG SEPERTI INI, MENYIBUKKAN SALAFIYIN DARI ILMU.
DAN SEBAGIAN ORANG LAIN SEAKAN-AKAN SELURUH USHUL AHLUSSUNNAH ITU ADALAH MENTAHDZIR IHYAUT TURATS. DIMANA-MANA KERJANYA HANYA ITU SAJA ATAU KEBANYAKAN PEMBICARAAN ADALAH ITU …yang kadang menyebabkan berbalik sangka  pada sebagian orang …iya ..disebabkan karena masalah sikap terhadap Ihyaut Turats….”
Audio:
atau download di sini
Siapa wahai Syaikh Dzulqarnain yang mendahuluimu mengucapkannya dari kalangan ulama seperti ucapanmu? Masalah Ihya’ut Turats sudah selesai dan yang masih terus membicarakannya, mentahdzir umat dari bahaya dan makar kejahatan mereka adalah PAHLAWAN KESIANGAN??!
Bagaimana mungkin engkau hendak membungkam Ahlussunnah agar selesai berbicara tentang Ihya’ut Turats padahal sampai hari ini yayasan Hizbiyyah tersebut masih terus menggerakkan serdadu-serdadunya, menebarkan hartanya di pelbagai belahan dunia untuk memecahbelah Ahlussunnah dan mendakwahkan kebid’ahannya?!
Bukankah ini merupakan jual belimu yang sangat jelek lagi rusak?
Pembaca…
Simak lagi cercaan, tuduhan khabits dan serangan Dzulqarnain Al Makasari terhadap Ahlussunnah di I’tisham:
“Kemudian juga dari hal yang bertentangan dengan ilmu dan tidak menghormati menghargai para ulama, seorang mengambil satu bagian dari ilmu setelah itu dia gugurkan yang lainnya, dia gugurkan yang lainnya, iya. Nah ini termasuk aneh bin ajaib memang, terlihat pada sebagian penuntut ilmu. Masya Allah kalau masuk di dalam pembahasan tahdzir mentahdzir, sikap terhadap ahlul bid’ah atau baca buku tentang itu masya Allah, iya, semangat sekali untuk hadir, iya. Kita tidak meragukan bahwa mentahdzir ahlul bid’ah itu adalah bagian yang pokok dari agama kita ahlussunnah, iya dari ushul ahli sunnah, iya, dari ushul Ahlisunnah tapi harus dipahami bahwa para ulama ahlissunnah menekankan pembahasan akidah di seluruh cabangnya bukan di satu mas alah saja, iya. Dia hanya ambil di satu masalah setelah itu masalah yang lainnya dia gugurkan, iya, dia tidak pelajari masalah yang lainnya. Gak pernah dia pelajari tafsir Al Qur’an, tidak pula dia menghormati mempelajari ilmu fiqih, iya. Tidak pula dia menghormati mempelajari apa namanya ilmu akidah secara umum. Dia mengambil satu bab saja, meninggalkan bab yang lainnya, nah ini bukan orang yang mengagungkan ilmu dan mengagungkan para ulama. Itu bertentangan dengan konsekwensi ilmu dan bertentangan dengan jalan para ulama, iya bertentangan dengan jalan para ulama.”
Audio:
atau download di sini
DI ANTARA MAKAR TIPU DAYA DAN KEDUSTAAN  DZULQARNAIN BIN SUNUSI AL MAKASARI
Disamping getol berkampanye untuk melakukan penggembosan, menjelek-jelekkan Ahlussunnah yang memperingatkan umat dari bahayanya Hizbiyun Turatsiyun Sururiyun dengan gelaran-gelaran buruk lagi dusta, Dzulqarnain juga melancarkan misi gerilya secara terselubung, demi menikam para duat Ahlussunnah dengan melaporkan kepada para ulama berita-berita dusta hanya karena para du’at tersebut memiliki satu “kesalahan dan dosa” di sisi dirinya dan kelompoknya yakni tetap gigih membentengi umat  dari makar tipu daya Hizbiyyun dengan membongkar kejahatan-kejahatan mereka!!
Dzulqarnain memberikan gambaran-gambaran buruk tentang Salafiyin dengan kedustaan yang dia sampaikan di hadapan Syaikh Utsman dan Syaikh Abdullah Al Mar’i bahwa Salafiyin mengadakan Daurah selama 2 atau 3 hari hanya membahas Ihya’ut Turats dan Sururiyyah di daerah yang penduduknya belum mengenal apa itu Surury!!
✏ Ada apa dengan anda ya Dzulqarnain sehingga mampu mempermainkan ulama, memberikan sajian kedustaan-kedustaan di hadapan Syaikh Utsman dan Syaikh Abdulloh Al Mar’i?
✏Siapakah yang mengadakan daurah selama 2 atau 3 hari tersebut?
✏Kenapa anda berdusta dengan mengatakan di Indonesia bagian timur tidak mengenal Sururiyah, bukankah Si Khabits Hizby Firanda itu dari Sorong yang letaknya di Indonesia Bagian timur?
✏Bukankah syubhat yang engkau lemparkan di depan kedua Syaikh tersebut wahai Dzulqarnain merupakan syubhat yang engkau adopsi dari syubhatnya Ali Hasan Al Halaby dan Ibrahim Ruhaily?!!
“Jangan membahas bid’ah di daerah yang di sana penduduknya belum mengenal bid’ah (atau versi anda) membahas Sururiyah Turatsiyah yang di sana mereka belum mengenal apa itu Surury??
Silakan pembaca sekalian mendengarkan suara seorang yang bernama Dzulqarnain bin Sunusi al Makasari ketika mempermainkan dua ulama tersebut demi menikam para du’at Ahlussunnah yang dinisbahkan pada mereka kedustaan-kedustaan agar Ahlussunnah diberangus, dibungkam agar tidak lagi (berani) membicarakan kejahatan Hizbiyyah Sururiyah Turatsiyah!! Dan inilah cara Dzulqarnain mempersembahkan Fiqih Muamalahnya yang indah pada Hizbiyun dan dakwah mereka:
Audio:
atau download di sini
Duhai apakah masih ada diantara anda wahai pembaca yang menaruh kepercayaan dien kepada model pengkhianat dakwah berbaju Salafy yang tega menikam dari belakang para duat Ahlussunnah karena “dosa” mereka yakni membentengi umat dari kejahatan Hizbiyun dan dakwahnya?!
Sungguh benar Asy Syaikh Rabi’ bahwa Dzulqarnain adalah La’aab Mutalawwin dan berada di atas jalannya Al Halaby di dalam makar!!
DZULQARNAIN MEMBOCORKAN BUKTI MAKAR & KEBOHONGANNYA SENDIRI
Dan diantara bentuk lain La’aab dan Mutalawwinnya Dzulqarnain yang sangat luar biasa lagi menakjubkan adalah: Bukti rekaman suara kedustaannya di atas (ketika mempermainkan Syaikh Utsman dan Syaikh Abdullah Al Mar’i dengan laporan-laporan palsu untuk menikam Asatidzah Ahlussunnah pada jalsah bandara) TIDAK BOLEH ADA YANG MEREKAM KECUALI DZULQARNAIN SAJA YANG DIIJINKAN.
Jadi, tersampaikannya rekaman tersebut kepada kita adalah bukti nyata bahwa Dzulqarnain sendirilah yang MEMBOCORKAN BUKTI KEDUSTAANNYA SENDIRI!!!
Simak pengakuan temannya, Muhammad Na’im Grenjeng Solo:
“Maka, sampai terakhirpun juga.. ee..ini mungkin sedikit ya.. yang sempat saya catat. Karena kemarin.. ee..pada tausiyah yang terakhir kemarin.. ini.. TIDAK BOLEH ADA YANG MEREKAM KECUALI USTADZ DZULQARNAIN SAJA YANG DIIJINKAN  UNTUK MEREKAM.
Jadi rekaman ada pada beliau, releasenya dan juga nasehat-nasehatnya itu ada pada beliau….”
Berikut bukti suara pengakuan Muhammad Na’im:
Audio:
atau download di sini
Demikianlah hakekat yang sebenar-benarnya dari PAHLAWAN KESIANGAN TURATSIYAH SURURIYYAH, dia yang melecehkan serta melemparkan kedustaan demi menikam para duat Ahlussunnah sebagai PAHLAWAN KESIANGAN, dia pula yang membocorkan bukti kedustaannya kepada kita semua. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membalikkan makar dan tuduhan-tuduhan dustanya mengena pada dirinya sendiri. Walhamdulillah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
”Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kata fasiq dan menuduhnya dengan kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti yang dituduhkan. [HR Bukhari]
Jika benar masalah Ihya’ut Turats sudah selesai (dan jangan dibicarakan lagi!!) lalu kenapa para ulama masih terus memperingatkannya sampai saat ini wahai Syaikh Dzulqarnain?! Dan inilah Asy Syaikh Ahmad Bazmul hafizhahullah, salah satu “Pahlawan Kesiangan” yang engkau tikam dengan ucapan khabitsmu! Yang terus memperingatkan umat dari bahaya kejahatan Ihya’ut Turats!
Maka ketika hakekat makar khabitsnya, tikaman-tikamannya terhadap para duat Ahlussunnah (bahkan para ulama Ahlussunnahpun tak luput dari tikaman khabitsnya!!), tingkah-polah mutalawwin serta la’aabnya tiada lagi tersembunyi disisi Asy Syaikh Rabi’ hafizhahullah sehingga turunlah tahdzir beliau –walhamdulillah- tersebab gerakan dan makarnya yang sangat berbahaya dalam upayanya menghancurkan dakwah Ahlussunnah ini dari dalam, bukannya dia memilih jalan kemuliaan untuk rujuk dan mengakui kesalahannya tetapi Dzulqarnain memilih berteriak untuk merealisasikan BURUK MUKA KACA TETANGGA YANG DIBELAH. Berbalik menuduh asatidzah (dan Asy Syaikh Hani’) hafizhahumullah yang melaporkan berita-berita dusta tentang dirinya kepada beliau…!!!! La hawla wala quwwata illa billah..
Teringatlah hamba dengan untaian kata….maling teriak maling. Allahul musta’an.
tikaman balik dzulqarnain
Gambar. Screenshot BURUK MUKA KACA TETANGGA YANG DIBELAH. Si Pendusta Dzulqarnain menolak, membangkang dari tahdziran Syaikh Rabi’ dan berbalik menikam asatidzah (dan Syaikh Hani’) hafizhahumullah
Tidak tersisakah rasa malumu walaupun sedikit wahai Dzulqarnain???!!
Lihatlah dan dengarlah sendiri bukti tingkah laku manhaj Bunglonmu bersama kawan-kawanmu!?
Bukankah bukti-bukti itu telah tersebarluas dan bisa disaksikan ataupun didengarkan oleh segenap umat?
Dan lihat serta dengarlah wahai Dzulqarnain bahwa virus kebinasaan, kebohongan yang engkau tebarkan benar-benar telah menjalar ganar menular pada orang-orang dekatmu!! Kedustaan menjadi sesuatu yang tak malu untuk ditabuh bertalu-talu, diteriakkan di atas mimbar dakwah dan bahkan menjadi sebuah hasungan yang dielu-elu.
Muhammad Barmimmu hadahumullah telah menjadi kepanjangan lidah dustamu berteriak tanpa malu memamerkan amarah dan dusta tanpa ragu:
“Sebagian orang, sebagian kelompok, sebagian asatidz, mungkin dia menyibukkan diri dengan membuat daurah khas dalam perkara manhaj. FAIDAHNYA APA? DAURAH MANHAJIYYAH..YAUM YAUMAIN TSALATSA AYYAM, SEDANGKAN SYAIKH MUQBIL RAHIMAHULLAH TIDAK PERNAH SEDIKITPUN MENGKHUSUSKAN DARS DALAM PERKARA MANHAJ. YA..NGGAK ADA..kata Syaikh rahimahullah. Dan ini sering kita dengar di dars beliau….kita sambil membaca kitab sambil dars kita ‘alath thariq sambil jalan, tidak menjadikan bab khusus atau kemudian jalsah khusus untuk membantah kelompok fulaniyah atau membicarakan si fulan nggak pernah Syaikh Muqbil seperti itu. Belum pernah ana yang pernah hidup dengan Syaikh Muqbil, yang pernah mengikuti darsnya Syaikh Muqbil nggak pernah…..Syaikh tidak pernah membicarakan  ketika mereka…dakwah membicarakan masalah manhaj…tidak pernah. …faidahnya apa? Apa kemudian kita keluar dari tempat ini menjadi orang alim sekelas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah… ”
Audio:
atau download di sini
Maka untuk menyempurnakan bukti-bukti manhaj bunglonmu, kebohonganmu, kejahatanmu dan kawan-kawanmu, menghancurkan dan meluluhlantakkan makar licikmu dan kawan-kawanmu kami hadirkan di hadapanmu hujjah dari ulama yang selama ini kamu bangga-banggakan sebagai gurumu (dan dibangga-banggakan pula oleh para pengekormu), na’am Al Allamah Al Fauzan hafizhahullah telah menggilas kebatilan orang-orang yang semodel dengan dirimu dan menyingkap baju kepalsuanmu agar umat mengetahui hakekat sebenarnya dari dirimu, kawan-kawanmu dan yang semodel denganmu dalam hal makar!!
Penanya:
Bagaimana membantah orang yang suka merendahkan bantahan-bantahan terhadap ahli bid’ah dan dia menyatakan bahwa hal itu menyia-nyiakan ilmu yang lain dan bukan merupakan kebiasaan Salaf?
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah:
DIA INI BODOH, YANG MENYATAKAN UCAPAN SEMACAM INI ADALAH ORANG BODOH. ORANG YANG MENYELISIHI KEBENARAN DIBANTAH DAN DIJELASKAN PENYIMPANGANNYA AGAR DIA MAU KEMBALI KEPADA KEBENARAN DAN AGAR JANGAN SAMPAI ORANG LAIN TERTIPU DENGANNYA. Dan ini termasuk nasehat yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ.
“Agama adalah nasehat.”
Para shahabat bertanya, “Untuk siapakah wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab:
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ.
“Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan mereka seluruhnya.”
Dan termasuk bentuk nasehat bagi kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam adalah dengan kita membantah siapa saja yang salah dalam memahami keduanya dan menafsirkan dengan tafsir yang tidak benar. Ketika itu wajib untuk kita bantah dan kita jelaskan kesalahannya. Demikian juga siapa saja yang salah dalam salah satu perkara agama dan ibadah, wajib dijelaskan kesalahan tersebut. Kalau tidak dilakukan dan hanya dibiarkan, niscaya agama ini akan lenyap dan hilang. Allah Jalla wa Ala telah membantah orang-orang musyrik dalam Al-Qur’an, membantah Yahudi dan membantah Nashara. Berbagai bantahan ada di dalam Al-Qur’an. Maka bantahlah mereka dan jangan dibiarkan begitu saja! Jadi ucapan bahwa orang yang menyimpang tidak perlu dibantah ini adalah ucapan orang bodoh yang tidak memahami. Hanya saja yang membantah adalah orang yang memiliki ilmu ya ikhwah. Yang mengurusi perkara-perkara ini adalah para ulama. Bukan orang-orang bodoh atau yang baru belajar. Mereka ini akan lebih banyak melakukan kesalahan dibandingkan melakukannya dengan benar. Bisa jadi kesalahan mereka lebih banyak dibandingkan pihak yang dibantah. Bisa juga mereka membantah berdasarkan kebodohan. Jadi tidak berhak membantah kecuali orang-orang yang memiliki ilmu, bashirah dan ma’rifat.
Ditranskrip oleh:
Abu Syu’bah Muhammad Al-Maghriby
Senin 13 Syawwal 1432 H
Sumber artikel:
Catatan: yang dimaksud oleh Asy-Syaikh Al-Fauzan bahwa yang berhak melakukan bantahan adalah para ulama, bukan berarti hanya para ulama yang boleh membantah. Tetapi maksudnya hendaklah siapa saja yang membantah melakukannya dengan ilmiah dan merujuk kepada penjelasan para ulama dan tidak mengandalkan dirinya. Atau bisa juga dipahami bahwa jika masalahnya besar atau yang melakukan kesalahan adalah setingkat ulama maka yang berhak hanya para ulama atau yang diizinkan atau ditugaskan oleh ulama. Karena kesalahan itu sendiri bertingkat-tingkat. Tentunya tidak benar kalau dipahami secara mutlak bahwa yang berhak membantah hanya para ulama.
INI KITA JELASKAN AGAR TIDAK ADA CELAH BAGI HIZBIYUN ATAU ORANG-ORANG YANG HATINYA BERPENYAKIT ATAU ORANG-ORANG YANG SUKA MENGGEMBOSI UNTUK MENYERANG AHLUS SUNNAH YANG MEMBANTAH MEREKA. KEMUDIAN HAL INI JUGA DIJELASKAN OLEH ASY-SYAIKH AL-FAUZAN SENDIRI DI KESEMPATAN YANG LAIN SEBAGAI BERIKUT:
Penanya: Saya berniat untuk menulis bantahan terhadap sebagian kelompok-kelompok sesat dan mentahdzirnya. Hanya saja kelompok tersebut belum keluar dari agama ini dan sebagian ulama ada yang memujinya. Saya juga khawatir ulama tersebut akan mendoakan keburukan terhadap saya. Maka apa nasehat Anda, dan perlu diketahui bahwa saya benar-benar memiliki ilmu yang menunjukkan bahwa kelompok tersebut menyimpang?
Asy-Syaikh: Yang wajib atas engkau adalah menjelaskan kebenaran, yang wajib atas engkau adalah menjelaskan kebenaran. Jika engkau memang benar-benar yakin dan mengetahui kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka dan berbagai kesesatan mereka. Jika engkau yakin 100 % dan engkau memiliki kemampuan dan ilmu serta mampu menjelaskan, ketika itu maka wajib atas dirimu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وإذَ أَخَذَ اللهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاء ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْاْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ.
“Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Al-Kitab: “Hendaklah kalian benar-benar menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan janganlah sekali-kali kalian menyembunyikannya.” (QS. Ali Imran: 187)
Juga firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat pula oleh semua mahluk yang bisa melaknat.” (QS. Al-Baqarah: 159)
Jadi tidak boleh menyembunyikan ilmu. Jika engkau memiliki ilmu dan engkau benar-benar yakin terhadap berbagai kesesatan sebagian kelompok, maka jelaskan kepada manusia agar mereka mewaspadainya, dan ini termasuk bentuk nasehat.
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ.
“Agama adalah nasehat.”
Para shahabat bertanya, “Untuk siapakah wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab:
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ.
“Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan mereka seluruhnya.”
Janganlah engkau takut kepada manusia. Takutlah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jelaskanlah kebenaran serta bantahlah kebathilan dan jangan takut kepada manusia.
Audio:
atau download di sini
Sumber artikel:

http://tukpencarialhaq.com

Al-Ustadz Luqman Ba'abduh & Al-Ustadz Qomar Suaidi – 29 Prisip Ahlussunnah

Rabu, 25 Desember 2013

Menjawab Syubhat: bahwa Syaikh terpengaruh oleh orang-orang yang ada di sekitarnya

Syubhat: bahwa Syaikh terpengaruh oleh orang-orang yang ada di sekitarnya (dalam fatwa dan tahdzirnya).

Makna dari syubhat ini, pernyataan seorang syaikh atau seorang alim tentang ahli ahwa, ahli bid’ah dan dai-dai kesesatan, tidak bisa dipegang dan tidak bisa diterima. Sebab, dia terpengaruh oleh orang-orang (di sekitarnya) yang mempunyai misi tertentu, menurut anggapan mereka.
Syubhat ini batil dari beberapa sisi:

1. Pernyataan ini mengandung celaan terhadap syaikh tersebut, yaitu syaikh tidak selektif, hanya menerima talqin (bisikan) dari murid-muridnya. Padahal, hukum asalnya Syaikh tersebut adalah seorang yang ‘adil, tsiqah, dan memiliki pemahaman yang benar.
Pernyataan (syubhat) di atas menyelisihi hukum asal tersebut. Maka dari itu, jika ada dalil yang menyelisihinya, pernyataan tersebut diterima. Jika tidak, pernyataan itu  tertolak dan tidak bisa diterima.
2. Pernyataan seperti ini telah dilarang oleh Allah untuk dikatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam. Padahal ulama adalah pewaris para nabi.
وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (61) [التوبة/61]
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (at-Taubah: 61)
Ath-Thabari mengatakan, “Allah yang Mahatinggi ucapannya berfirman, ‘di antara mereka kaum munafik ada sekelompok yang menyakiti hati dan menghina Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam’. Mereka mengatakan bahwa beliau (Nabi) mempercayai semua yang beliau dengar dari apa yang dikatakan oleh setiap orang serta menerima dan membenarkannya.’ Ini diambil dari perkataan mereka (orang Arab) ‘rajulun adznatun’ seperti wazan fa’alatun, yang artinya terburu-buru mendengar dan menerimanya. Ini seperti kata yaqinun wa yaqanun. Artinya dia meyakini setiap apa yang disampaikan. Asal katanya dari adzina lahu—ya’dzanu, yaitu jika dia mendengarnya.” (Jami’ul Bayan jilid 11 hlm. 535)
Ungkapan seperti ini (bahwa Nabi mempercai semua yang beliau dengar) diucapkan oleh orang-orang munafik sebagai bentuk celaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam. Sekarang, ucapan tersebut diucapkan oleh ahlul bid’ah dan orang-orang jahil sebagai bentuk celaan terhadap para ulama dalam rangka menjatuhkan kredibilitas ucapan para ulama tersebut serta menolak ilmu mereka. Perbuatan mereka tersebut serupa dengan perbuatan orang-orang munafik. La haula wala quwwata illa billahi ‘aliyyil ‘azhim….
3. Pernyataan tersebut diterapkan oleh si pengucapnya untuk menolak perkataan ‘ulama ketika menghukumi perorangan atau perkara-perkara yang lain. Sungguh, ini merupakan perbuatan yang paling buruk dan paling batil. Sebab, pernyataan seorang ulama tidak boleh dimentahkan kecuali dengan dalil syar’i. Apakah pernyataan tersebut (syubhat di atas) termasuk dalil syar’i?
4. Pernyataan tersebut mengandung banyak dampak negatif, di antaranya menanamkan ketidaktsiqahan terhadap ucapan dan fatwa syaikh tersebut. Ketika hilang ketsiqahan terhadap syaikh, akan hilang pula ketsiqahan terhadap ilmunya. (lihat  (dari Madarij fi Kasyfi Syubuhatil Khawarij hlm. 7—13, karya Ahmad bin Umar Bazmul)
5. Di antara dampak negatifnya juga, pernyataan (syubhat) di atas menjatuhkan kewibawaan syaikh dan harga dirinya di mata para penuntut ilmu. (‘Ibaratun Mauhumah hlm. 49—50, karya Muhammad bin Umar Bazmul)
Jawaban ini disebutkan oleh Syaikh Ahmad Bazamul dalam Syarh Qauli Ibni Sirin (hlm. 259—260) terkait dengan syubhat di atas yang beredar sekarang.

Sumber: http://salafy.or.id/blog/2013/12/24/menjawab-syubhat-bahwa-syaikh-terpengaruh-oleh-orang-orang-yang-ada-di-sekitarnya/

Sabtu, 21 Desember 2013

SEBAB-SEBAB MENOLAK KEBENARAN , Ustadz Afifuddin

Ringkasan isi kajian Kajian Sebab-sebab Menolak Kebenaran:
Sesi I:
  • Apa saja al-haq (kebenaran itu)?
  1. Apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam
  2. Apa yang disepakati (ijma’) para salaf shalih
  3. Pemahaman as salaf ash shalih terhadap nas
  4. Pendapat seorang shahabat yang tidak ditentang oleh dalil dan pendapat shahabat yang lain
  5. Istimbath para ulama
  • Prinsip agama terhadap al-haq (kebenaran): menerima, mengikuti, mendahulukan, mengagungkan, menjadikannya sebagai pemutus perkara
  • Ruju’ ilal haq (Kembali kepada kebenaran) merupakan ciri salafi ahlussunnah wal jamaah
  • Sebab orang menolak al-haq (kebenaran), diantaranya: kejahilan
  • Sebab lain orang menolak al-haq (kebenaran)
  1. Karena kebatilan tersebut berasal seorang syaikh/pemuka/tokoh/ustadz
  2. karena orang yang menyebarkan kebatilan tersebut menisbatkan kebatilan itu kepada orang yang kedudukannya mulia
Sesi II:
  1. Karena orang tersebut suka dimuliakan, ditinggikan dan suka dikedepankan
  2. Karena orang tersebut mempunyai pemahaman yang jelek atau kurang paham atau lemah pengetahuannya
  3. Karena makar dan tipu daya ahlul batil
  • Makar tipu daya ahlul bathil, antara lain:
  1. Menggambarkan rudud (bantahan) terhadap ahlul bathil itu perkara yang rendahan
  2. Mendudukkan bantahan terhadap ahlu bathil sebagai permasalahan pribadi yang terjadi pada orang yang selevel
  3. Menjadi kaum muslimin lari dari bantahan dan kitab-kitab bantahan, seperti mengecap: itu fitnah, mengeraskan hati, itu ghibah mengorek aib orang lain, itu bukan ilmu sibukkan saja diri kalian dengan ilmu, itu memecah belah kaum muslimin.
  4. Merendahkan kebenaran dan ahlul haq
  5. Memakai perkara yang global untuk memasukkan syubhat
  • Inti orang menolak kebenaran: karena kebodohan, kezhaliman dan punya niat atau tujuan yang jelek
Sesi Tanya Jawab:
  1. Bagaimana dengan orang yang menyepelekan tahdzir ulama terhadap seorang ustadz, dan bilang: “Kalau tahu mau apa, apa manfaatnya”?
  2. Apakah ustadz-ustadz yang ditahdzir ulama masih salafi sunni?
  3. Nasihat bagi orang yang sedang awal-awal mengaji salafi agar tidak terjatuh pada hizbiyyah dan tidak futur!
  4. Apakah tahdzir Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali terhadap Dzulqarnain  termasuk ijtihad?
  5. Apa nasehat cara merealisasikan tahdzir Syaikh Rabi terhadap Dzulqarnain?
Download File Rekaman Kajian Sebab-sebab Menolak Kebenaran
Link Download atau Dengarkan di sini Kajian Sebab-sebab Menolak Kebenaran:
Kajian Sesi 1: 9,8 MB (mp3 16 kbps) dengan durasi 85 menit: di sini.
Kajian Sesi 2: 4,3 MB (mp3 16 kbps) dengan durasi 37 menit: di sini.
Kajian Sesi Tanya Jawab: 4,5 MB (mp3 16 kbps) dengan durasi 39 menit: di sini.

Sumber :  http://kajian.sunnah.web.id

JALAN SIAPAKAH YANG KITA TEMPUH? Sebuah Renungan Dari Fatwa Ulama Kibar Terkait Dengan Tahdzir Syaikh Rabi’ hafizhahullah Terhadap Dzulqarnain Al Makassari

Bismillah, Alhamdulilah, wash shalatu wassalamu 'ala Rasulillah,
Amma ba'du:
Sebelumnya, dengan terpaksa, diri Ana yang masih sangat jahil ini mencoba memberanikan diri untuk memberikan sumbangsih kapada saudara-saudaraku yang cinta kepada dakwah dan ulamanya.
Ana awali dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Keberkahan itu diperoleh dengan berjalan bersama para ulama kibar."


Ikhwati fillah,
Di forum ini ana ingin menuliskan beberapa kalimat utk diri ana pribadi dan semoga bermanfaat untuk antum semua.
Ana menyerukan kepada kita semua untuk bertakwa kepada Allah, selalu berjuang untuk ikhlas, dan jujur dalam beragama, dan jauhilah sifat ta'asshub.

Ikhwani fiddin rahimakumullah,
Terkait dengan fatwa syaikh Rabi hafizhahullah Ta'ala tentang tahdzir terhadap Dzulqarnain, janganlah benih-benih ta'asshub dan 'ashabiyah  menyelimuti akal kita, sehingga kita ragu atau bahkan menolak fatwa tersebut.

Ikhwah fillah,
Apabila ada berita yg terkait dengan keamanan, rasa takut, dll, bukankah Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), " Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyebarkannya. Dan kalau mereka MENYERAHKANNYA KEPADA RASUL DAN ULIL AMRI di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (RASUL DAN ULIL AMRI)." [an-Nisa: 83]

Ikhwatil kiram,
Kalau memang kita jujur dalam beragama dan bermanhaj, mari kita amalkan bimbingan Allah dalam ayat di atas.
Janganlah antum bersikap dan berbuat kecuali dengan bimbingan ulama.
Dan bimbingan ulama telah datang.
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu." [an-Nisa: 59]

Ikhawani fiddin,
Ana khawatir, apabila kita menyelisihi perintah Allah walaupun cuma satu saja, hal itu akan membawa kita kepada fitnah.
Sehingga yang namanya fitnah itu, ada pada orang2 yang tidak mau mengikuti bimbingan ulama.
Merekalah ahli fitan sesungguhnya.
Renungilah firman Allah Ta'ala berikut ini (yang artinya), "Hendaklah berhati-hati/takut orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul, mereka akan ditimpa dengan fitnah, atau ditimpa dengan azab yang pedih." [an-Nur: 63]

Ya ikhwah rahimakumullah..
Bukankah dulu ketika fitnah itu datang, sebagian kita (karena minimnya ilmu dan informasi yang benar) terus berada di atas kebingungan, siapakah yang benar dari kedua pihak YANG BERSELISIH tersebut.
Kepada siapa kita menilai kebenaran yang ada pada mereka?
Dengan apa kita menilainya?
Sedang masing2 mereka, mengklaim bahwa merekalah yang benar.

Ya ikhwah,
Bukankah ketika kita berani menilai dengan modal ilmu yang pas-pasan (sangat minim), akhirnya kita pun terus terjatuh ke dalam perselisihan!?
Sehingga, walaupun jasad kita bersatu, tapi hati kita berselisih dan bercerai berai?
Terasa tidak enak, bukan?

Ya Ikhwah...
Tdk ada yang bisa menyelamatkan kita dari fitnah ini kecuali kembali kepada bimbingan Allah dan Rasul-Nya, serta kembali kepada bimbingan para ulama, terkhusus ulama kibar yang berkompeten di bidangnya, dalam hal ini adalah syaikh Rabi hafizhahullah Ta'ala.
Beliau adalah ulama kibar, baik dari segi umur atau ilmu.
Hal itu tdk kita ragukan lagi, bukan?
Apalagi kalau kita melihat pujian para ulama kibar, seperti syaikh Albani dan syaikh bin Baz rahimahumallah Ta'ala.

Ya ikhwah, apa yang kita tunggu?
Bukankah dari dahulu kita selalu menunggu fatwa para ulama, terkhusus syaikh Rabi, yang mana beliau adalah ulama yang paling tahu tentang kondisi INDONESIA. Kurang lebih dua puluh tahun lamanya beliau selalu mengikuti perkembangan dakwah di Indonesia.
Jujur saja antum, 20 tahun yang lalu antum di mana????
Di mana ya Akhi?
Coba antum bercermin dan muhasabah.

Sekarang...
sudah muncul fatwa itu....
Kenapa sebagian kita masih ragu?
Apakah antum merasa lebih sayang terhadap dakwah ini daripada syaikh Rabi?
Mana yang lebih sayang terhadap keselamatan dakwah, umat, dan Dzulqarnain itu sendiri?
Ketahuilah, ana memandang bahwa beliaulah yang paling sayang terhadap dakwah, umat, dan Dzulqarnain?
Kenapa?
Bukankah antum tahu, bahwa salah satu bentuk kasih sayang terhadap dakwah, umat, dan pribadi yang bersalah adalah dengan tahdzir terhadapnya?
Dengan tahdzir itulah kemaslahatan untuk dakwah, umat, dan person tercapai?
Bagi dakwah dan umat jelas..

Lalu, bagaimana dengan person yang bersalah kemudian ditahdzir, di mana letak kasih sayangnya?
Letaknya adalah dengan person tersebut ditahdzir maka akan memperkecil daerah fitnah, mempersedikit jumlah yang mengikutinya, sehingga dengan itu akan mengurangi dosa2nya, dan yang paling diharapkan adalah hal itu akan mengembalikan dia kepada al-haq dan bimbingan ulama (tentunya bagi yang dirahmati Allah Ta'ala).

Contoh dalam hal ini adalah perintah Rasulullah untuk menghajr tiga sahabat yang tidak ikut dalam perang Tabuk.
Padahal antum tahu, siapa yang lebih sayang terhadap umat, dan 3 sahabat tersebut?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan?
Tapi beliau dengan kasih sayangnya memerintahkan para sahabat untuk menghajr Ka'ab bin Malik dan 2 sahabat lainnya.

Antum baca kembali bagaimana tentang kisah mereka yang dipenuhi dengan kejujuran, tanpa ada PENENTANGAN dan PENYELISIHAN  terhadap keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka mengharap ridha Allah Ta'ala.
Ka'ab bin Malik, dengan kejujurannya beliau berterus terang tentang ketidakhadirannya di perang Tabuk. Walaupun beliau bisa saja beralasan dan mencari-cari alasan yang dengan itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan memaafkannya, padahal beliau sangat pandai untuk bisa melakukannya, tapi beliau tidak melakukannya.
Kenapa beliau tidak melakukannya, dan memilih jujur, serta bersabar dalam masa pemboikotan, sehingga bumi terasa sempit, dan masa terasa lama dan panjang?
Kenapa?
Karena mengharapkan keridhaan Allah Ta'ala.
Dan Allah Ta'ala tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang jujur.
Tapi dengan kejujuran mereka, mereka jalani semuanya dengan tobat, penyesalan, dan doa kepada Allah Ta'ala.
Sampai kemudian, Allah mengampuni mereka semua.

Ya Akhil karim,
apakah beratnya bagi antum untuk menerimanya?
Dan apakah beratnya bagi Dzulqarnain untuk menerimanya.
Itupun kalau dia mau jujur, ikhlas, dan menyadari akan kekurangannya.
Para sahabat dan salafuna ash-shalih sebagai teladan kita.
Tidak ada dari mereka yang ma'shum. Tp yang bisa kita ambil adalah keteladanan mereka dalam hal cepatnya mereka rujuk kepada al-haq ketika ada kesalahan, dan ada yang menasihati mereka.
Bukan malah membela diri, apalagi di hadapan ulama kibar seperti syaikh Rabi' yang paling tahu, dan paling sayang terhadap umat, dan kita semua.

Tapi, kalau di hati ada kesombongan maka siapa yang akan bisa memberi nasihat kepadanya?
Sombong adalah menolak al-haq dan meremehkan manusia.

Ya Akhi,
janganlah antum menganggap bahwa fatwa tersebut terlalu terburu2 dan tidak ilmiah, kemudian engkau menyibukkan diri dengan mencari2 bukti, data, dan kesalahan2 dari kedua belah pihak, untuk engkau timbang mana yang benar?
Allahul Musta'an, siapa dirimu?
Selain engkau bukan ahlinya, engkau juga akan tersibukkan dengan hal itu?
Kenapa engkau tidak mencukupkan diri dengan fatwa tersebut?
Kenapa engkau tidak mengembalikan urusan yang besar ini kepada ulama?

Coba bandingkan sikap antum, dengan sikap para ulama yang lain.
Antum bisa melihat bagaimana syaikh Muhammad al-Wushabi, syaikh Muhammad al-Imam, dan syaikh Abdurrahman al-'Adeny, mereka semua sepakat bahwa ketika sudah muncul fatwa tersebut, ikuti para ulama.

Tinggal ANTUM, ke mana akan melangkah...
Jalan siapa yang antum ikuti?
Apakah antum akan mengikuti Dzulqarnain dan husnuzhan kepadanya,
sementara antum tinggalkan fatwa ulama, jalan para ulama, dan suuzhan kepada mereka.
Silakan antum memilih...
Semoga Allah Ta'ala selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus, menguatkan kita untuk selalu istiqamah di atas jalannya para nabi, shiddiqin, syuhada,
dan shalihin, sehingga kita berharap bisa dikumpulkan oleh Allah bersama mereka di dalam jannah-Nya.
Amin ya Mujiibas Sailin.


Dari akhukum fillah,
Al-Faqir ila Rabbihi Ta'ala,
Abu umar ibrahim.
Markiz Daril Hadits al-Fiyush.

http://www.salafybpp.com/