Selasa, 26 November 2013

Kaidah-Kaidah Salafiyyah Jalan Keluar dari Fitnah Hizbiyyah

IMG-20131121-WA0000

Bismillahirrahmanirrahim.
Berikut ini adalah Pengalihan Bahasa dari Kitab
قَوَاعِد سَلَفِيَّة وَنَصَائِح تَوْجِيْهِيَّة لِلْخُرُوْجِ مِنْ فِتَنِ الحِزْبِيَّةِ
(Qawa’id Salafiyyah wa Nasha`ih Taujihiyyah Li al-Khuruj min Fitan al-Hizbiyyah.

KAIDAH-KAIDAH SALAFIYYAH

DAN NASEHAT-NASEHAT YANG MENGARAHKAN

SEBAGAI JALAN KELUAR DARI FITNAH-FITNAH HIZBIYYAH

Seuntai rangkaian mutiara kata dari asy-Syaikh Ahmad bin ‘Umar bin Salim Bazmul –Hafidzahullahu Ta’ala – sebagai buah tangan untuk seluruh Ahlus Sunnah dan Muslimin diberbagai belahan bumi. Terutama dalam menghadapi berbagai fitnah kelompok-kelompok sesat rafidhah, shufiyyah, dan sebagainya. Juga fitnah hizbiyyah yang muncul pada masa ini, baik fitnah Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, Sururiyyah, Quthbiyyah, Ihya’ut Turats, Haddadiyah, dan tokoh-tokoh kebatilan lainnya, semacam al-Huwaini, al-Maghrawi, dll. Juga yang baru muncul Hajuriyyah dan Halabiyyah.


Bismillahirrahmanirrahim
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه أجمعين، ومن سار على نهجهم إلى يوم الدين. أما بعد :
Segala Puji bagi Allah Rabb Semesta alam. Semoga Shalawat dan Salam terlimpahkan kepada Sang Utusan sebagai rahmat untuk sekalian alam. Semoga terlimpahkan pula kepada keluarganya, dan seluruh para shahabatnya, serta terlimpahkan pula kepada siapa saja yang meniti jejaknya sampai datangnya hari kiamat. Amma Ba’du :
Sungguh Allah telah memberi kemudahan kepadaku untuk bisa duduk bersama saudara-saudara kita Salafiyyin dari Negara Libyia. Mereka telah berprasangka baik terhadapku, sehingga memintaku agar bisa menyampaikan beberapa patah kata bimbingan (taujihiyyah) dan nasehat salafiyyah (nashihah salafiyyah). Padahal aku bukanlah orang yang pantas untuk melakukannya. Akan tetapi sebagai bentuk kecintaan terhadap kebaikan, dan sebagai bentuk kerjasama yang baik bersama Ahlul Fadhl wal ‘Ilmi (orang-orang yang memiliki keutaamaan dan ilmu/para ‘ulama), sehingga mendorongku untuk memenuhi permohonan mereka tersebut. Kemudian, aku melangsungkan beberapa penyampaian pelajaran dan saling mengingatkan bersama mereka tentang beberapa Kaidah-kaidah Salafiyyah yang sangat penting, dengan sebab itu tentu akan mendatangkan jalan keluar dari berbagai fitnah dengan Izin Allah Ta’ala.
Dalam kesempatan ini, al-Akh Malik al-Liby – Hafidzahullahu Ta’ala – telah berusaha keras untuk mentranskrip isi pertemuan tersebut menjadi sebuah tulisan. Beliau juga berkeinginan untuk bisa menyebarluaskannya. Sehingga disodorkanlah transkrip tersebut  kepadaku untuk dikoreksi. Semoga Allah membalas  kebaikan untuknya.
Maka aku pun mengkoreksi ulang, meneliti, dan merperbaikinya. Aku cantumkan juga beberapa tambahan yang memang dibutuhkan. Kemudian aku kirim ulang kepadanya agar bisa dipublikasikan dan diposting di situs ataupun website salafiyyah apabila itu dipandang sesuai. Semoga Allah membalas kebaikan untuknya
Hanya kepada Allah aku memohon untuk melimpahkan kepadaku dan kepada seluruh saudara-saudara kami Salafiyyin berupa taufiq dan jalan yang lurus. Semoga Allah menjadikan semua hasil usaha ini sebagai pembela kita dan bukan sebagai penghujat atas kita. Semoga Allah mengokohkan diri kita semua agar tegar diatas manhaj Salafi. Semoga Allah menyelamatkan diri kita semua dari berbagai fitnah yang tampak jelas maupun yang samar tersembunyi.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Ditulis oleh
Ahmad bin ‘Umar bin Salim Bazmul
1 Dzulqa’dah 1433 H
asy-Syaikh Dr. Ahmad Bin ‘Umar Bazmul berkata :

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Segala puji bagi Allah, semoga Shalawat dan Salam terlimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang berloyalitas kepadanya. Amma Ba’du :
Sebagian dari saudara-saudara kami – jazahumullah khairan – telah mengajukan permohonan kepadaku agar bisa menyampaikan untaian nasehat kepada mereka semua.
Sebenarnya, permohonan mereka tersebut adalah permohonan yang memang sangat penting sekali barakallahu fikum. Terlebih lagi di zaman kita seperti ini yang sudah tercengkram dengan berbagai fitnah yang merajalela. Muncul padanya berbagai sekte dan kelompok sempalan. Sehingga mengakibatkan seorang muslim akan kebingungan bila tidak berpegang teguh dengan al-Kitab (al-Qur`an) dan as-Sunnah. Seorang muslim menjadi bingung  “Yang benar itu siapa?”.
Nasehat dariku, teruntuk pribadi saya sendiri dan seluruh saudara-saudaraku di Libyia dan seantero dunia, yang nasehat ini sesungguhnya terambil dari sisi para ‘ulama Ahlus Sunnah yang mulia, semoga Allah meridhai mereka semua….
Ini semua telah terangkum dalam kaedah-kaedah umum yang sangat baik bila dijadikan pegangan oleh seorang muslim, sebagai lentera penerang dan diambil manfaatnya dengan izin Allah Ta’ala :
KAEDAH PERTAMA:
BERPEGANG TEGUH DENGAN AL-KITAB DAN AS-SUNNAH SESUAI DENGAN PEMAHAMAN MANHAJ AS-SALAF ASH-SHALIH Ridwanullah ‘Alaihim Ajmain
Kaedah ini merupakan kaedah yang telah masyhur dan tak asing lagi di telinga kita. Sudah terlalu banyak orang yang mendengungkannya. Akan tetapi sangat disayangkan sekali, orang yang bisa menerapkannya, mengamalkan kandungannya dengan amalan yang benar, ataupun sesuai dengan makna yang sebenarnya, jumlah mereka terlalu sangat sedikit sekali.
Berpegang teguh dengan al-Kitab (al-Qur`an) dan as-Sunnah sesuai petunjuk Salafus Shalih –Ridwanullah ‘Alaihim Ajmain – merupakan sebab yang paling utama untuk keselamatan diri. Adapun orang-orang yang menyimpang, mereka mengaku sebagai sosok pemegang teguh prinsip al-Kitab dan as-Sunnah sesuai Manhaj Salafus Shalih, akan tetapi realita menunjukkan mereka justru memecah dan memisahkan diri darinya.
Tidaklah yang menjadikan mereka terpecah dan terpisah-pisahkan, kecuali karena tidak mau menerapkan kaidah ini dengan penerapan yang benar. Namun hanyalah sekedar celotehan lisan belaka, lalu mereka bermanis tutur dalam berbagai kesempatan dan pertemuan. Padahal hakekat urusan mereka dan hakekat kondisi mereka menunjukkan, bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat jauh dari al-Kitab dan as-Sunnah, sangat jauh pula dari Manhaj Salafus Shalih !
Oleh karena itu, Kaedah Pertama ini, tidaklah cukup sekedar pengakuan tutur manis lisan belaka. Akan tetapi harus benar-benar berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah serta Manhaj Salafus Shalih, baik dalam ucapan, amalan, maupun keyakinan; baik tampak maupun tersembunyi. Kaedah ini haruslah selalu terpatri dalam jiwa kita semua.
KAIDAH KEDUA
Ini merupakan penyempurna kaedah pertama, YAITU AGAR KITA MENGETAHUI DENGAN SEBENAR-BENARNYA DAN PENUH KEYAKINAN –DENGAN IZIN ALLAH TABARAKA WA TA’ALA – BAHWA INILAH JALAN KESELAMATAN, JALAN KESUKSESAN, DAN INILAH JALAN KEBENARAN.
Sebagian orang telah terpeleset dari manhaj yang lurus dan menyimpang dari al-Haq (kebenaran) karena adanya berbagai kerancuan padanya. Sehingga engkau dapati dia mengatakan, “Jangan-jangan mereka yang benar, sedangkan ternyata kalian diatas kebatilan?”, “Ataukah jangan-jangan mereka ini, yang telah bersama mereka Fulan dan Fulan yang benar…?”, dan berbagai bisikan-bisikan jahat lainnya.
Tidak demikian seharusnya…, ini semua adalah bisikan-bisikan keraguan yang muncul dari celah orang-orang yang yang tidak memiliki dasar keyakinan bahwa Keselamatan itu sesungguhnya bersama Manhaj Salaf.
Seorang muslim yang berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, harus senantiasa yakin dengan sebenar-benarnya bahwa inilah al-Haq (kebenaran).
Ini merupakan kaidah yang sangat penting, karena itu akan menolong dirinya –dengan izin Allah Ta’ala – untuk selalu tegar kokoh di atas al-Haq dan menolongnya agar tidak menyimpang dari kebenaran tersebut.

KAIDAH KETIGA
Yang aku nasehatkan untuk diri saya pribadi dan untuk seluruh saudara-saudaraku dengannya :
AGAR KITA SELALU BERADA DI BARISAN ‘ULAMA KIBAR, YANG TELAH DIKENAL MEMBELA DAKWAH SALAFIYYAH DAN MEMPERJUANGKANNYA. MEMPERJUANGKAN KEUTUHAN DAKWAH SALAFIYYAH, SERTA MEMBANTAH PARA AHLUL  AHWA’ DAN AHLUL BID’AH.
Berkat keutamaan (anugrah) dari Allah Ta’ala, didapati di setiap masa adanya Para ‘Ulama Kibar. Sebagaimana di masa sekarang ini, ada asy-Syaikh al-Albany, ay-Syaikh Bin Baz, asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahmatullah ‘alaihim jamian – demikian  pula asy-Syaikh Muqbil dan asy-Syaikh an-Najmyrahmatullah ‘alaihim jamian
Di antara saudara-saudara mereka di barisan ‘Ulama Kibar yang masih hadir di tengah-tengah kita di antaranya adalah asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali, asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri, asy-Syaikh Zaid al-Madkhali, asy-Syaikh Shalih as-Shuhaimi, asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-’Abbad, asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali, dan semisal dengan mereka.
Maka kita bergabung bersama dalam barisan Ulama Kibar, dan kita mengetahui bahwa al-Haq ada bersama mereka Biidznillah ‘Azza Wa Jalla. Kondisi ini persis seperti yang dituturkan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوا العِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ وَعَن أُمَنَائِهِمْ، فَإِذَا أَخَذُوا ِمن صِغَارِهِمْ وَشِرَارِهِمْ هَلَكُوا
“Manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka masih mengambil ilmu dari Kibarul Ulama dan Ahlul Ilmi yang terpercaya. Namun apabila mereka mengambilnya dari golongan rendahan dan orang-orang yang jelek, mereka akan hancur binasa”.
Kaedah ini harus engkau pahami sebaik mungkin, karena dengan kaedah ini engkau akan bisa memahami kaedah  berikutnya yang sangat berkaitan erat :


KAIDAH KEEMPAT
BAHWA PARA ULAMA YANG BENAR-BENAR DI ATAS AL-HAQ, MEREKA ITU BERBEDA-BEDA
Terdapat perbedaan di antara para ‘ulama dalam pengetahuan mereka tentang al-Haq dan kebatila, secara global ataupun terperinci.
Kaidah ini benar-benar harus kita perhatikan. Karena kita mengetahui bahwa ‘ulama yang ini memiliki perhatian yang besar dalam membantah Ahlul Bid’ah dan Ahlul Ahwa’ (pengekor hawa nafsu), demikian pula dalam pembelaan terhadap as-Sunnah, dan lain sebagainya.
Maka ‘ulama tersebut, yang memiliki perhatian yang besar dalam membantah Ahlul Bid’ah dan Ahlul Ahwa’, beliau memiliki pengetahuan yang terperinci dalam berbagai bid’ah yang ada. Maka ‘ulama tersebut lebih dekat kepada kebenaran lebih dekat, lebih mengenali kebatilan.
Disisi lain, terdapat pula sebagian di antara ‘ulama salafi  yang  kita sama sekali tidak meragukan kesalafiyahannya, dan beliau termasuk orang yang sangat kita cintai. Hanya saja beliau termasuk orang yang hendak “berbaik sangka” (kepada sebagian ahlul bathil), dan beliau tidak mengetahui hakekat keadaan gerombolan yang telah keluar masuk mengacak-acak dan mengobrak-abrik agama Allah. Maka terkadang engkau mendapati beliau terkadang masih membela mereka karena masih berbaik sangka terhadap mereka. Beliau tidak mengetahuinya dan mengira bahwa gerombolan tersebut berada di atas al-Haq. [1]
Bagaimana sikap seorang salafi terhadap para ‘ulama yang seperti ini ?
Sikapku adalah aku harus bisa membedakan para masyaikh salafiyyin, para masyaikh sunnah. Seorang ‘ulama itu semakin dia mengenal kondisi gerombolan orang tersebut (yang ternyata telah menyimpang, yang ternyata adalah para pengusung kebatilan), maka dia akan semakin mendapat taufiq (dalam berbagai kesimpulan dan penilaiannya) – dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla – dan beliau akan semakin dekat dengan kebenaran dengan izin Allah! [2]
Oleh karenanya, asy-Syaikh Rabi’ misalnya, seluruh ‘ulama salafiyyin telah mempersaksikan bahwa beliau adalah seorang yang banyak berkecimpung dan mengenal seluk beluk hizbiyyah. Tidaklah beliau mengkritisi seseorang kecuali akan didapatkan – insya Allah – persis sebagaimana yang telah beliau terangkan. Pujian ini bukan diucapkan karena sebab kefanatikan ataupun dalam rangka mengagungkan beliau, sama sekali tidak, dan tidak. [3]
Mengapa para ‘ulama mengatakan tentang  asy-Syaikh Rabi’, bahwa beliau adalah orang yang mendapatkan taufiq dan tepat dalam bantahan-bantahannya terhadap Ahlul Bid’ah ?
Tentu saja para ‘ulama tersebut mengatakan demikian tidak lain disebabkan karena asy-Syaikh Rabi’ banyak berkecimpung membantah Ahlul Bid’ah dengan berbagai macam bentuk bid’ah dan kesesatan mereka, baik dari kalangan hizbiyyin, shufiyyin, rafidhah, dan lain sebagainya!
Asy-Syaikh Rabi’ telah terjun langsung dalam permasalahan ini, sangat berpengalaman, berinteraksi langsung dengan mereka (para ahlul batil dan ahlul bid’ah), dan beliau sangat kenal dengan uslub-uslub mereka. Sehingga seringnya beliau adalah orang yang mendapatkan taufiq (selalu tepat dalam bantahan-bantahannya) berkat fadhilah yang Allah anugerahkan. [4]
Dengan kaidah ini, terjawablah semua syubhat yang terlontar di tengah-tengah Salafiyyin. Syubhat yang muncul dalam selorohan “Bahwa Si Fulan yang telah diJarh (dicerca) oleh ‘ulama, kenyataannya dipuji oleh sebagian ‘ulama salafiyyin lainnya”.
Maka dikatakan : “Bahwa para masyaikh Salafiyyun tersebut, tidak ada seorangpun yang berada di atas sunnah yang mencela mereka. Kami menganggap para ‘ulama tersebut demikian dan tidaklah kami mentazkiyah seorangpun atas nama Allah.
Namun bagaimana mereka (para masyaikh salafiyun tersebut) memuji sebagian orang yang telah menyimpang, yang telah dibantah oleh sebagian ‘ulama yang lain?”
Jawabannya : “Apabila engkau menerapkan kaidah di atas, maka engkau akan mengetahui bahwa para ‘ulama yang telah mentazkiyah (memuji) sebagian orang yang telah terkena Jarh, maka sesungguhnya ‘ulama tersebut  tidak mengetahui dengan jelas hakekat kondisi orang itu. Karena ‘ulama tersebut lebih sedikit penelitiannya dalam masalah-masalah seperti ini (yakni terhadap kondisi orang-orang yang terkena Jarh), sehingga terkadang sebagian permasalahan tersebut tersamarkan atas mereka”.
Bukan karena para ‘ulama (yang memuji tersebut) sepakat/setuju dengan para ahlul bid’ah, tidak sama sekali. Para ‘ulama adalah orang yang paling jauh dari bid’ah. Namun ahlul bid’ah hadir bersimpuh di hadapan sebagian para ‘ulama, kemudian menangis dengan air mata buaya. Mereka sok menampilkan sunnah di hadapan para ‘ulama tersebut, dan menunjukkan bahwa mereka menginginkan al-Haq, dan bahwa mereka terdzhalimi (dengan adanya berbagai tuduhan). [5]
Sehingga sebagian masyaikh pun terkadang membela mereka (para tokoh menyimpang/ahlul batil tersebut) karena para ‘ulama tersebut mengira bahwa mereka memang terzhalimi, dan bahwa mereka masih berjalan di atas al-Haq.
Oleh karena itu, apabila kita telah mengetahui kaidah ini, maka kita berhasil melewati  banyak dari berbagai musykilah (kerumitan) yang ada.

KAIDAH KELIMA
KASIH SAYANG DAN CINTA YANG MENDALAM KEPADA SALAFIYYIN DAN ULAMA SALAFIYYIN MERUPAKAN RAMBU-RAMBU YANG PENTING UNTUK MEMBEDAKAN ORANG YANG JUJUR DAN PENDUSTA DALAM BERPEGANG TEGUHNYA DIA KEPADA MANHAJ SALAF.

Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salaf : “Barangsiapa yang menyamarkan bid’ahnya atas kami, sesungguhnya tidak akan bisa tersembunyi dari kami kecenderungan/kecintaannya”.
Kecenderungan/kecintaan (ulfah) itu akan terlihat ketika dia merasa gembira dengan suatu ungkapan yang muncul, dia akan cenderung kepadanya karena sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayangnya kepada ungkapan dan orang-orang yang mengungkapkannya, inilah arti ulfah.
Engkau akan sering temui seorang yang memiliki ulfah akan selalu tulus dan selalu merasa cocok dengannya, baik dalam perkara yang zhahir/tampak ataupun tersembunyi.
Sehingga apabila ada seseorang yang mengaku sebagai seorang Salafy, namun kita dapatkan pada dirinya tidak pernah menyebutkan para ‘ulama Salafiyyin, tidak pernah menyebutkan para da’i salafiyyin, bahkan kita dapati terkadang ia mencela para masyaikh Salafiyyin, dan ia tidak suka kalau nama-nama para ‘ulama Salafiyyin disebutkan.
Ini adalah tanda yang sangat jelas menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang buruk, ia memiliki kebencian terselubung, dan dirinya diliputi niatan yang tidak terpuji.
KAIDAH KEENAM
Ini merupakan salah satu kaedah penting :
FITNAH ITU APABILA TELAH DATANG MAKA MASUK PADANYA SEMUA MANUSIA DENGAN BERBAGAI KEBOHONGAN, DAN TIDAKLAH BISA MENGENALI FITNAH TERSEBUT KECUALI ULAMA. APABILA FITNAH ITU TELAH BERLALU (KARENA DIPADAMKAN OLEH PARA ULAMA) MAKA SEMUA MANUSIA AKAN MENGENALINYA, KARENA AKIBAT-AKIBATNYA YANG SANGAT JELEK.
Kaidah ini mengisyaratkan kepada Manhaj yang sangat penting dalam menyikapi fitnah yang terjadi. Yaitu hendaknya seorang muslim menjauhkan diri dari berbagai fitnah dengan cara senantiasa bergabung dibelakang barisan para ‘ulama kibar. Jangan ia berbicara tentang fitnah, dan hendaknya dia meninggalkannya. Hendaknya dia melihat bimbingan para ‘ulama kibar tentang fitnah-fitnah, kemudian hendaknya ia berpegang dengannya. Jangan menyibukkan dirinya dalam gelombang fitnah.
Mengapa demikian ? Dikarenakan fitnah itu akan masuk padanya semua pihak untuk membuat kebohongan, tanpa dilandasi hujjah (argumentasi), burhan (bukti), tidak pula ilmu. Turut terlibat dalam fitnah tersebut membuat waktu tersia-siakan. Terkadang dengan keterlibatannya dalam fitnah tersebut, seseorang justru menjadi pendukung kebatilan dan memerangi kebenaran tanpa dia sadari, dan dia tidak memaksudkan itu.
Lalu bagaimana jalan keluar dari fitnah ?
Menjauhlah dirimu dari fitnah, bergabunglah di belakang barisan ‘ulama kibar. Jangan kamu terjunkan dirimu dalam fitnah. Serahkanlah urusan fitnah kepada Ulama Kibar, mereka yang akan mengupasnya. [6]
Berhati-hatilah engkau, jangan turut menyalakan fitnah, jangan mengikuti jejak fitnah, jangan pula sok untuk berbicara tentang fitnah. Cukuplah bagimu bimbingan Ulama Kibar dalam mengenali fitnah. Oleh karenanya engkau akan temui, di antara sebab yang menjerumuskan sebagian generasi muda dan para da’i dalam kubangan fitnah, adalah tampilnya mereka dalam keruwetan dan tidak menjauhkan diri darinya.
KAIDAH KETUJUH
Saya nasehatkan kepada diri saya pribadi dan kepada saudara-saudaraku, yaitu dengan suatu kaidah yang telah ditetapkan dan dikenal, akan tetapi perlu selalu kita mengulanginya dan kembali meyebutkannya :
HENDAKNYA SELALU BERGABUNG DALAM BARISAN ULAMA SALAFIYYIN, DAN MENJAUHKAN DIRI DARI AHLUL BID’AH DAN AHLUL AHWA’. HENDAKNYA MENJAUH DARI ORANG YANG TIDAK JELAS BESERTA ORANG-ORANG YANG TELAH MENDAPATKAN TAHDZIR. ATAUPUN ORANG-ORANG YANG TAMPAK DARINYA PERMUSUHAN TERHADAP ULAMA SALAFIYYIN, DAN ORANG-ORANG YANG TAMPAK DARI SELA-SELA UCAPANNYA SESUATU YANG MENUNJUKKAN TIDAK ADA KECENDERUNGAN KEPADA SALAFIYYIN
Ini adalah perkara yang sangat penting. Karena sebagian generasi muda Salafiyyin terkadang berada  di sekitar seseorang, yang sebenarnya ia bukanlah seorang salafi, namun berpenampilan salafi. Para pemuda berkerumun disekitar orang tersebut, sehingga dia pun “membina” (para pemuda tersebut) kepada apa yang dia maukan, berupa berbagai fitnah dan petaka. Setelah mapan, kemudian dia memecahkan diri dari Salafiyyin, dan jadilah barisan Salafiyyin di daerah tersebut terpecah menjadi dua bagian atau bahkan lebih. (dan sebenarnya pecahan-pecahan tersebut, tidak bisa lagi dianggap sebagai salafy,pent).
Kemudian, mengapa saya justru ikut campur dalam urusan ini ?
Sesungguhnya saya menuntut ilmu di sisi para Ulama Salafiyyin, atau di sisi seoorang yang direkomendasi ‘ulama salafiyyin, atau kepada orang yang memang jelas, dikenal nyata sebagai seorang Salafy, berdakwah kepada manhaj salaf idan tidak sedikitpun didapatkan padanya tahdzir.
Ini juga merupakan salah satu kaedah penting, karena kita yakin bahwa seseorang jika ingin meminum air, ia akan memilih air yang bersih jernih sehingga ia tidak terserang penyakit karena kotornya air yang diminumnya.
Maka kita katakan, demikian juga dengan ilmu. Sesungguhnya Ilmu jauh lebih penting dari air, dan lebih penting daripada makanan dan minuman, karena seseorang membutuhkan ilmu terus-menerus. Sesungguhnya mengambil ilmu yang jernih dari Ahlul Ilmi yang dikenal beningnya dalam manhaj dan aqidah ini merupakan suatu kewajiban secara syar’i. Hal ini lebih selamat untuk ditempuh agar terhindar dari berbagai penyakit hati dan syubhat. Terhindarkan dari terjerumusnya dalam fitnah. Oleh karenanya banyak ditemui dari generasi muda dan para da’i yang menyimpang dan tersesat karena sebab tidak memperhatikan mengikuti kaedah ini.
Seorang Salafy harus menjauh dari Ahlul bid’ah yang sesat, ini sudah sangat gamblang. Akan tetapi permasalahannya adalah apabila ia tidak menjauh dari orang-orang yang menampakkan perkara-perkara yang rancu membingungkan, tidak pula ia menjauh dari orang-orang yang sudah terkena tahdzir dari sisi ‘ulama, meskipun sekilas ia menampilkan as-Sunnah. Namun para ‘ulama sedang membantahnya, menuntutnya untur rujuk dari kebathilan, dan para ‘ulama juga tengah menjelaskan kesalahan-kesalahan dan ketergelincirannya. Maka menyikapi tokoh-tokoh yang seperti itu, yang lebih selamat dan lebih utama bagi seseorang adalah menjauhi tokoh-tokoh seperti mereka itu.
Sebagaimana ungkapan yang dituturkan oleh Ahlul Ilmi : “Pada (hadits) yang shahih itu sudah terdapat kecukupan (tidak butuh lagi) kepada (hadits) yang dha’if”.
Demikian juga yang kita katakan : “Pada para ‘Ulama Salafiyyin, kitab-kitabnya, rekaman-rekamannya itu terdapat kecukupan dan tidak butuh lagi kepada Ahlul Bid’ah serta Ahlul Ahwa’. Tidak butuh pula dengan orang-orang yang sudah terkena Jarh, serta tidak membutuhkan orang-orang yang tidak berprinsip dan tidak punya pendirian (dalam bermanhaj).”
Kita tidak membutuhkan mereka, ini adalah Agama Allah, kita tidak main-main padanya. Setiap orang akan bertanggung jawab atas perkara ini. Hendaknya dia tinggalkan fanatisme terhadap tokoh-tokoh tertentu, tinggalkan fitnah dan segala yang bisa memunculkan fitnah pada dirinya, meskipun dirinya merasa memiliki ilmu yang luas, dan lain sebagainya.

Kaedah ini saling berkaitan erat dengan Kaedah berikutnya :

KAIDAH KEDELAPAN
Hendaknya kita ketahui bersama bahwa : ORANG-ORANG YANG BERADA DI ATAS AL-HAQ (KEBENARAN) DAN BERPEGANG TEGUH DENGANNYA, MAKA  DIRINYA MASUK KATEGORI “KABIR” (ORANG-ORANG BESAR).
SEORANG YANG BERADA DI ATAS SUNNAH DAN BERPEGANG TEGUH DENGANNYA SERTA BERJALAN DI ATAS MANHAJ SALAFY MAKA DIRINYA MASUK  KATEGORI  “KABIR” DENGAN AL-HAQ YANG IA BERJALAN DIATASNYA. SUNGGUH DIA BERADA DI ATAS KEBAIKAN YANG SANGAT  AGUNG –BIIDZNILLAH TA’ALA-.
Adapun barangsiapa yang menyelisihi al-haq, memusuhi, dan tetap bertahan di atas kebatiilannya maka ia “Shagir” (orang kecil/rendahan), meskipun ilmunya banyak.
Sehingga ilmu diambil dari golongan pertama diatas, dan tidak diambil dari golongan kedua. Ilmu diambil dari orang yang berada di atas al-Haq dan tidak diambil dari orang yang menyimpang dari al-Haq.
KAIDAH KESEMBILAN
Ini merupakan kaedah yang penting, aku nasehatkan diriku dan saudara-saudaraku berpegang dengannya :
MASING-MASING ORANG HENDAKNYA INSTROSPEKSI ATAS DIRI PRIBADINYA, BAIK DALAM UCAPAN ATAUPUN PERBUATANNYA.
Terkadang syaithan mendatangi salah seorang di antara kita, kemudian syaithan menjadikan dirinya ikut campur mengomentari berbagai ucapan, sehingga dirinya lancara berbicara tentang beberapa orang ataupun mengomentari saudara-saudaranya karena ingin membalas dalam perkara-perkara yang dilatarbelakangi kepentingan pribadi. Dirinya tampil berbicara seakan-akan sedang memperjuangkan Manhaj Salaf.
Maka hendaknya seseorang berusaha meluruskan niatnya, mengingkat pengawasan Allah ‘azza wa Jalla terhadapnya, tidak boleh mendzhalimi saudaranya, dan dia mengetahui apabila dirinya mau berdusta ataupun menampakkan sesuatu berbeda dengan yang ada dalam dirinya, sungguh Allah pasti mengetahuinya.
Sering kita temui dalam berbagai fitnah yang muncul di tengah-tengah Salafiyyin, mereka beramai-ramai menyerang seseorang, membantahnya, padahal saudara kita ini meskipun memiliki kesalahan-kesalahan, masih memungkinkan untuk dinasehati dengan hikmah dan lemah lembut. Dirinya masih bisa diluruskan dengan etika yang baik tanpa harus disikapi dengan keras, ataupun dicela yang justru akan mengakibatkan dirinya keluar dari lingkaran Salafiyyah.
Demikian cara kita bermuamalah dalam perkara fitnah yang menyebabkan sebagian salafiyyin terjatuh didalamnya. Demikian pula cara kita bermuamalah bersama sebagian Salafiyyin yang menampakkan ketulusan mencari al-Haq. [7]
Adapun jika yang kita hadapi adalah orang-orang yang menampakkan permusuhan, bertahan di atas kebatilan, enggan menyambut al-Haq, ini adalah ciri-ciri orang yang menyimpang dan menjauh dari al-Haq seperti ‘Ali al-Halaby dan para pengikutnya. [8]

KAIDAH KESEPULUH
Diantara prinsip penting dalam permasalahan ini : ILMU, ILMU
Banyak kita dapatkan di tengah-tengah Salafiyyin, seorang salafy akan tetapi tidak menghadapkan dirinya mencari ilmu, dirinya tidak mau mempelajari Ilmu. Enggan membaca bimbingan ilmu dari para Ulama Kibar, tidak mendengarkan rekaman-rekaman Ulama. Ilmu, sungguh kita sangat amat membutuhkannya. Dengan sebab ilmu –biidznillah- akan membuahkan Rasa Takut kepada Allah. Dengan ilmu kita bisa mengenali mana yang Haq dan mana yang batil beserta perinciannya. Dengan ilmu engkau mengetahui bagaimana beribadah kepada Allah. Dengan Ilmu engkau bisa tahu bagaimana menyikapi berbagai kejadian dan permasalahan yang terjadi.
Banyak permasalahan yang timbul di tengah-tengah Salafiyyin, asal muasal kemunculannya disebabkan kejahilan dari Ilmu Syar’i, ataupun mengikuti hawa nafsu, dan berbangga dengan hasil pemikiran pribadi.
Sebagaimana disebutkan dalam Hadits dari shahabat Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ : هَوَى مُتَّبَعٌ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَإِعْجَابُ المَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan:  Hawa Nafsu yang dituruti, rakus yang ditaati, dan kebanggaan terhadap diri pribadi”.
Seandainya engkau katakan kepadanya kalimat berupa nasehat, dia tidak mau mendengarkan. Bahkan dia justru mengatakan kepadamu : “Ah tidak begitu, tapi menurut saya pribadi justru begini…”, “Kamu itu siapa, sok bisa ikut berpendapat”,
Apa kamu punya ilmu untuk bisa menjaga dirimu sendiri dari segala jenis ketergelinciran dan penyimpangan?. Tidak akan kita dapatkan (orang yang memiliki salah satu sifat dari tiga sifat diatas yang mau menerima nasehat,pent) Kecuali orang yang Allah rahmati.
Maka Ilmu berada pada posisi penting dalam Manhaj Salafy. Baik Ilmu terkait dengan bantahan (terhadap kebatilan dan ahlul batil), Ilmu dalam pembahasan Tauhid dan Fiqih atau ilmu lainnya yang menyangkut dengan peribadatan yang diamalkan oleh seorang muslim kepada Rabbnya setiap hari.
KAIDAH KESEBELAS
Aku tutup pembicaraanku, meskipun sebenarnya masih banyak sekali yang harus disampaikan. Aku tutup dengan kaidah yang terakhir, meskipun yang lebih layak justru diletakkan sebagai kaidah yang pertama. Akan tetapi karena kita semua sudah mengetahuinya…
yaitu IKHLAS KEPADA ALLAH,
menghadapkan wajah hanya kepada-Nya dengan kita memanjatkan do’a agar dijauhkan dari berbagai fitnah, dan semoga Allah menunjukkan kita ke jalan yang lurus, melimpahkan taufiq kepada kita di atas al-Haq, menjauhkan diri kita dari segala bentuk perselisihan. Kita harus memohon kepada Allah pada perkara-perkara seperti ini, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memohon perlindungan kepada Allah dari sifat nifaq dan penyimpangan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selalu memohon ketegaran.
Beliau berdoa sebagaimana disebutkan dalam hadits :
اِهْدِنِي لِمَا اخُتُلِفَ فِيهِ مِنَ الحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
“Berikanlah petunjuk kepadaku kepada al-Haq tentang apa yang mereka perselisihkan -dengan izinmu-, sesungguhnya Engkau Ya Allah memberikan petunjuk kepada siapapun yang Engkau kehendaki”.
Jikalau kita perhatikan sebagian Salafiyyin, kita dapati sebagian mereka tidak menghadapkan wajah kepada Allah untuk meminta permohonan agar diselamatkan dari berbagai fitnah. Bahkan dia merangsek maju dengan berangan-angan untuk bisa merubah keadaan, mengerjakan ini dan itu, membantah…, jangan demikian, jangan.
Permasalahannya bukanlah sekedar angan-angan. Jangan kalian berangan-angan untuk bisa bertemu musuh. Fitnah adalah musuh kita. Seseorang janganlah berangan-angan untuk bisa bertemu dengan musuh. Akan tetapi bila ternyata dia bertemu musuh, maka hendaknya dia tegar dan kokoh di atas al-Haq dengan cara senantiasa bersama Ulama Kibar dan menjauh dari fitnah serta tidak ikut menceburkan diri padanya, sebagiamana telah lalu penjelasannya.
Namun apabila dia berangan-angan maka ini sikap dan tindakan yang buruk. Tidak memohon kepada Allah agar dikokohkan di atas al-haq, tidak meminta kepada Allah agar menjadikan dirinya termasuk orang-orang yang mengamalkan al-haq, yang jauh dan menjauhkan dari kebatilan. Tidaklah diragukan lagi bahwa sikap seperti ini merupakan celaan.
Wajib atas salafiyyin semuanya, agar menghadapkan wajah-Nya kepada Allah, memohon agar diberikan petunjuk di atas al-Haq dan kokoh di atas kebenaran.
Aku memohon kepada Allah agar memberikan manfaat kepada diri saya pribadi dan kalian semua dengan apa yang telah kita ucapkan dan dan kita dengarkan. Semoga Allah jadikan rangkaian kata ini sebagai hujjah pembela kita di hadapan Allah dan bukan menjadi penghujat atas diri-diri kita semua.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين
(diterjemahkan oleh ust. Hamzah Lafirlaz. Edit dan catatan kaki oleh admin dammajhabibah.net)

[1] Seperti Abul Hasan dan ‘Ali Hasan al-Halabi yang masih dibela oleh sebagian pihak dari kalangan ‘ulama.
[2] Sebagaimana asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, asy-Syaikh Ahmad an-Najmi, asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri, dan para ‘ulama sunnah lainnya, yang sangat mengerti seluk beluk penyimpangan Ihya’ut  Turats, ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, Abu Ishaq  al-Huwaini, al-Maghrawi, Abul Hasan al-Ma’ribi, ‘Ali Hasan al-Halabi, dan yang lainnya.
[3] Sehingga pujian para ‘ulama Kibar terhadap asy-Syaikh Rabi’ – baik pujian asy-Syaikh Bin Baz, asy-Syaikh al-Albani, dan asy-Syaikh al-’Utsaimin, serta para ‘ulama sunnah lainnya – memiliki arti dan kedudukan yang penting. Bukan seperti yang diucapkan oleh para Halabiyyun, bahwa pujian para ‘ulama terhadap asy-Syaikh Rabi’ tersebut adalah pujian-pujian yang sudah lama. Atau pujian tersebut sifatnya global.
Ada pula cara mereka mementahkan berbagai rekomendasi dan dukungan para ‘ulama kibar terhadap manhaj asy-Syaikh Rabi dan bantahan-bantahan beliau terhadap ahlul bid’ah, yaitu dengan mengatakan bahwa pujian-pujian tersebut tidak menjadikan asy-Syaikh Rabi’ ma’shum.
Subhanallah, inilah bualan-bualan mereka dalam rangka menafikan berbagai dukungan para ‘ulama terhadap asy-Syaikh Rabi’ dan manhaj beliau dalam membantah dan mentahdzir ahlul bid’ah. Dengan itu, para Halabiyun ingin mengesankan kepada umat, bahwa manhaj asy-Syaikh Rabi’ tidak didukung oleh para ‘ulama Kibar.

[4] Mengingatkan kita pada surat-surat asy-Syaikh Bin Baz kepada asy-Syaikh Rabi’ yang meminta kepada beliau membantah kebatilan ahlul batil. Juga pengakuan asy-Syaikh al-’Utsaimin ketika beliau ditanya tentang kesesatan Sayyid Quthb, beliau mengarahkan si penanya untuk merujuk beberapa kitab ‘ulama tentang hal itu, di antaranya karya asy-Syaikh Rabi’. Sebagaimana dalam jawaban beliau berikut ini,
“Penelitianku terhadap karya-karya tulis Sayyid Quthb sedikit, dan aku tidak tahu tentang kondisi orang ini, namun para ‘ulama telah menulis tentang sesuatu yang berhubungan dengan karyanya di bidang tafsir “Fii Zhilal al-Qur’an” dan mereka telah menulis berbagai catatan (kritikan) terhadap kitabnya di bidang tafsir tersebut, seperti yang ditulis oleh asy-Syaikh ‘Abdullah ad-Duwaisy rahimahullah, dan saudara kami asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali telah menulis berbagai catatan (kritikan) terhadap kitabnya di bidang tafsir dan yang lainnya, barangsiapa yang ingin merujuknya maka silakan merujuknya.”
Tentunya hal ini menunjukkan ketsiqahan (kepercayaan) beliau terhadap ilmu, aqidah,manhaj dan akhlaq asy-Syaikh Rabi’.

[5] Demikianlah, yang dilakukan oleh sebagai tokoh menyimpang/ahlul bid’ah, tatkala ‘ulama sunnah tampil membongkar kedok-kedok dan membantah syubhat-syubhat mereka, sehingga tampak jelas berbagai kebatilan mereka di hadapan umat. Maka mereka datang kepada ‘ulama lainnya, yang belum mengetahui kondisi mereka sebenarnya. Menampakkan sunnah, dan mengesankan bahwa dirinya selama ini terzhalimi, dan bahwa segala tuduhan terhadapnya adalah tidak benar.
[6] Artinya kita berbicara sebagaimana para ‘ulama kibar telah menyimpulkan dan jangan melancanginya. Misalnya ketika terjadi Fitnah Hajuriyah atau Fitnah Halabiyyah janganlah lancang ikut-ikutan berbicara dan menilai dengan pendapat masing-masing. Namun lihat dan dengarlah bagaimana bimbingan ‘ulama kibar dalam masalah ini. Ketika para ‘ulama kibar telah memberikan penilaian dan tahdzir dari bahaya Fitnah Hajuriyah dan Fitnah Halabiyyah tersebut, maka ikuti dan pegang erat nasehat tersebut. Sampaikanlah kepada umat fatwa dan nasehat para ‘ulama kibar tersebut.

Ada sebagian pihak, yang mengatakan bahwa dirinya tidak mau turut campur dalam fitnah. Masalah fitnah biarlah para ‘ulama yang berhak berbicara. Namun sayang, dia tidak mau tahu bimbingan, fatwa, dan nasehat para ‘ulama kibar. Ketika disampaikan bahwa ‘ulama kibar telah berfatwa dan mentahdzir dari fitnah tersebut, dia masih mengatakan bahwa dirinya tidak ikut-ikutan fitnah. Tidak pula dia mau menukilkan dan menyampaikan bimbingan dan fatwa ‘ulama kibar kepada umat. Allahul Musta’an. Suatu sikap yang justru membingungkan umat dan menimbulkan fitnah baru.
[7] Yakni misalnya saudara-saudara kitab Salafiyyin Ahlus Sunnah, yang menginginkan kebenaran dan kebaikan, tapi tanpa dia sadari terseret kepada bid’ah-bid’ah halabiyyin. Masih menaruh respek terhadap ‘Ali al-Halabi karena kitab-kitabnya yang banyak. Atau masih kagum dengan penulis Madarikun Nazhar. Namun saudara-saudara kita Salafiyin tersebut adalah orang-orang yang sangat bisa menerima nasehat. Apabila dijelaskan siapa ‘Ali al-Halabi dan tokoh semisalnya, dia akan mudah menerima.
[8] Para pengikut fanatik ‘Ali al-Halabi, di antaranya berkumpul di situs Kulassalafiyeen.

Sumber : Dammajhabibah.net