Senin, 08 Desember 2014

HIDUP NIKMAT TANPA JIMAT



REKAMAN KAJIAN AHAD 7 DES 2014 BA'DA 'ASHR
DI MASJID AL I'TISHOM SEMARANG
" HIDUP NIKMAT TANPA JIMAT "
Oleh : Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz
LINK DONLOT :

Wajahnya menampakkan kecemasan. Itu terlihat dari kerutan-kerutan di dahi yang tiada kunjung hilang. Sungguh dirinya benar-benar terlihat bingung. Entah perasaan apa yang tiba-tiba menyelimuti hatinya. Selapis hawa dingin ia rasakan mengalir di permukaan punggungnya.
Ilustrasi di atas hanyalah sedikit gambaran tentang orang-orang yang telah terikat dengan benda-benda mati. Ada yang menamakannya jimat, barang pegangan, gegawan, pripih, pepunden atau nama-nama lain.
Na’udzu billah min dzalik!
Kondisi orang-orang semacam di atas sesungguhnya sangat menyedihkan. Hidupnya selalu dipenuhi dengan perasaan cemas dan resah. Tanpa dia sadari dirinya telah menghamba kepada benda-benda mati yang tiada bisa memberi manfaat atau menolak madharat sama sekali. Harapannya tercurah kepada benda-benda tersebut. Jika benda-benda itu hilang atau tidak ada di dekatnya, seolah-olah musibah dan bencana selalu dekat menghampirinya.

Tamimah

Salah seorang sahabat Rasulullah, Uqbah bin Amir Al Juhani menceritakan tentang sepuluh orang yang datang menemui Rasulullah untuk menyatakan baiat. Sembilan orang di antara mereka lalu dibaiat oleh Rasulullah sedangkan seorang tidak beliau baiat.
Merekapun bertanya,“Wahai Rasulullah, ada apa gerangan Engkau hanya membaiat sembilan orang dan membiarkan yang seorang?”
Rasulullah kemudian menjelaskan sebabnya,“Orang ini membawa tamimah” .
Kemudian Rasulullah mengambil tamimah tersebut lalu memutusnya. Setelah itu Rasulullah bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat syirik”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad di dalam Al Musnad 4/156 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di dalam As Shahihah 492 dan Syaikh Muqbil di dalam As Shahihul Musnad 2/35.
Setelah menerangkan kedudukan hadits di atas, Syaikh Al Albani memberikan beberapa keterangan penting tentang tamimah. Beliau mengatakan,
Tamimah adalah gelang. Dahulu orang-orang arab memakaikannya pada anak-anak mereka dengan tujuan terhindar dari penyakit ‘ain  -menurut sangkaan mereka-. Kemudian Islam menghukuminya batil. Sebagaimana keterangan di dalam An Nihayah karya Ibnul Atsir.
Saya (Al Albani) menambahkan : Kesesatan semacam ini masih tetap tersebar di kalangan badui, petani dan sebagian penduduk kota. Semacam ini juga adalah jimat-jimat yang digantungkan oleh sebagian sopir di bagian depan mobil. Mereka menggantungkannya di cermin.
Bahkan sebagian mereka menggantungkan sandal di bagian depan atau belakang mobil. Sebagian yang lain menggantungkan sepatu kuda di bagian depan rumah atau toko. Semua itu dilakukan agar terhindar dari penyakit ‘ain  -menurut anggapan mereka-.
Padahal tidaklah para Rasul diutus dan kitab-kitab suci diturunkan kecuali untuk menghapuskan dan meniadakan hal-hal demikian. Hanya kepada Allah kita mengadu tentang kejahilan kaum muslimin di masa ini juga jauhnya mereka dari agama”
Allahul Musta’an !
Jimat dan semisalnya memang telah menjadi penyakit akidah di tengah-tengah masyarakat kita. Benda-benda tersebut diletakkan di sudut-sudut rumah agar terhindar dari bala’, di belakang kursi sopir bis dan truk, di sampan dan perahu para nelayan, ditanam di petak sawah milik petani, dikalungkan dan digelangkan di tangan anak-anak kecil. Ya Allah, sungguh Engkau maha mengetahui tentang kesyirikan semacam ini.
Dengan iming-iming kebal dari bacokan senjata tajam, tidak terbakar oleh api, selamat dari tenggelam, terhindar dari orang jahat atau angan-angan kosong lainnya, jimat diperjualbelikan dengan harga yang sangat tinggi. Meskipun mereka menyebutnya sebagai “mahar”, apakah ada perbedaannya ?
Seorang sahabat nabi, Hudzaifah bin Al Yaman pernah menjenguk seseorang yang sedang jatuh sakit. Ternyata beliau melihat di lengan orang tersebut ada semacam gelang dari benang. Beliau langsung bertanya,”Benda apa ini?” “Gelang dari benang untuk obat” orang itu menjawab.
Seketika itu juga Hudzaifah memutus gelang tersebut dan mengatakan,”Kalau engkau mati dalam kondisi masih menggunakannya, aku tidak akan menyhalatkan jenazahmu!”
Kisah di atas dibawakan oleh Al Imam Abdurrazzaq bin Hammam di dalam kitab beliau Al Mushannaf 7/373.
Demikianlah sikap para sahabat Rasulullah. Adakah kesadaran kita untuk meneladani Rasulullah yang telah memutuskan tamimah ? Juga meneladani para sahabat yang begitu gigih melaksanakan perintah Rasulullah? Sungguh kebahagiaan dan ketenangan hakiki hanyalah dengan mengikuti petunjuk Rasulullah.
Di dalam hadits lain Rasulullah bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَ التِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqa, tamimah dan tiwalah  adalah bentuk kesyirikan”
Hadits di atas diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud oleh Ahmad (1/381), Abu Dawud (3883) dan Ibnu Majah (3530), dan dishahihkan Syaikh Al Albani (As Shahihah 331) dan Syaikh Muqbil (As Shahihul Musnad 1/642)

Tiwalah

Tiwalah juga diharamkan oleh Islam dan ditetapkan oleh Rasulullah sebagai salah satu bentuk kesyirikan. Lalu apakah tiwalah itu?
Jika ia meyakini bahwa benda-benda tersebut mampu memberi manfaat atau menolak bala’ dengan sendirinya, maka ia telah terjatuh dalam syirik akbar (akbar). Adapun seseorang yang meyakininya hanya sebagai sebab dan faktor saja, maka ia dihukumi berbuat syirik asghar (kecil).
Yang jelas dan wajib bagi setiap muslim dan muslimah adalah menggantungkan harapan, rasa takut dan rasa cintanya murni untuk dan kepada Allah. Ia tidak memalingkan hati kepada selain Allah dan ia harus bertawakkal sepenuhnya kepada Allah.
Keselamatannya bukan ditentukan oleh jimat. Keuntungan dan rizkinya sama sekali tidak terkait denganpelet dan pengasihan. Kesembuhan dan kesehatannya tidak ada hubungannya dengan gelang, cincin atau kalung pemberian dari mbah Dukun. Bukan!
Allah berfirman di dalam Al Qur’an,
قُلْ أَفَرَءَيْتُم مَّاتَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
Katakanlah:”Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya.Katakanlah:”Cukuplah Allah bagiku”.Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. 39:38)
Keutuhan ibadah sepenuh hati dan jiwa, hanyalah ditujukan kepada Allah. Janganlah berpaling dan menduakan hati! Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan mati kita untuk Allah rabbil ‘alamin.
Wallahu a’laamu bishawab.

 http://www.ibnutaimiyah.org/2013/02/hidup-nikmat-tanpa-jimat/