Selasa, 16 Desember 2014

Memilih Teman Yang Baik


Seorang teman sangat besar pengaruhnya bagi
agama seseorang.


Lihatlah Abu Thalib! Bagaimana dia tidak mau menerima dakwah Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam dan akhirnya mati di atas kesyirikan disebabkan teman yang
mendampinginya yakni Abu Jahal yang terus
memengaruhinya untuk tidak menerima dakwah
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam.[1]

Ketahuilah, semoga Allah 'Azza wa jalla merahmati
Anda, tidak semua orang bisa dijadikan sahabat.
Karena Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam
berkata:


ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳْﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ، ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ

“Seseorang ada di atas agama/perangai temannya,
maka hendaknya seseorang meneliti siapa yang dia
jadikan temannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-
Shahihah no. 127)

Beliau Shallallahu'alaihi wa sallam juga berkata:

ﻻَ ﺗُﺼَﺎﺣِﺐْ ﺇِﻟَّﺎ ﻣُﺆْﻣِﻨﺎً، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺄْﻛُﻞْ ﻃَﻌَﺎﻣَﻚَ ﺇِﻟَﺎ ﺗَﻘِﻲٌّ

“Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang
mukmin dan janganlah memakan makananmu kecuali orang bertakwa.” (HR. Abu Dawud no. 4832 dan dihasankan Asy-Syaikh Albani dalam Shahih Jami’
no. 7341)

Beliau Shallallahu'alaihi wa sallam juga berkata:

ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟْﺠَﻠِﻴﺲِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢِ ﻭَﺍﻟﺴَّﻮْﺀِ ﻛَﺤَﺎﻣِﻞِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻚِ ﻭَﻧَﺎﻓِﺦِ ﺍﻟْﻜِﻴﺮِ
ﻓَﺤَﺎﻣِﻞُ ﺍﻟْﻤِﺴْﻚِ ﺇِﻣَّﺎ ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﺬِﻳَﻚَ ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﺒْﺘَﺎﻉَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﺠِﺪَ
ﻣِﻨْﻪُ ﺭِﻳﺤًﺎ ﻃَﻴِّﺒَﺔً ﻭَﻧَﺎﻓِﺦُ ﺍﻟْﻜِﻴﺮِ ﺇِﻣَّﺎ ﺃَﻥْ ﻳُﺤْﺮِﻕَ ﺛِﻴَﺎﺑَﻚَ ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﺃَﻥْ ﺗَﺠِﺪَ
ﺭِﻳﺤًﺎ ﺧَﺒِﻴﺜَﺔً

“Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti penjual misk dan pandai besi. Adapun penjual
misk, bisa jadi engkau diberi olehnya, membeli
darinya, atau minimalnya engkau mendapatkan bau
wangi. Adapun pandai besi bisa jadi membakar
pakaianmu atau engkau mencium bau tidak sedap darinya.” (HR. Al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 2628)

Seseorang yang akan dijadikan teman hendaknya
memenuhi syarat-syarat yang dijelaskan oleh para ulama. Kriteria seseorang yang bisa dijadikan teman
adalah sebagai berikut:

1. Berakal
==========

Ini adalah modal utama dalam persahabatan setelah iman. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang
yang dungu, karena dia ingin berbuat baik kepadamu namun hal tersebut justru bermudharat bagimu. Yang dimaksud berakal di sini adalah mampu memahami keadaan yang sebenarnya, baik memahaminya sendiri
atau bisa memahami ketika diberi pengertian.

2. Berakhlak baik
_________________
Betapa banyak orang berakal namun ketika marah atau dikuasai syahwat, dia akan mengikuti hawa
nafsunya. Maka tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang seperti ini.
Lalu, bagaimana cara kita mengetahui akhlak
seseorang? Ada beberapa cara untuk mengetahui
akhlak seseorang. Diantaranya:

a. Melihat siapa temannya.

ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳْﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ، ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ

“Seseorang ada di atas agama/perangai temannya
maka hendaknya seseorang meneliti siapa yang dia jadikan temannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud
dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-
Shahihah no. 127)
Ibnu Mas’ud rahimahullah berkata: “Nilailah
(kenalilah) manusia dengan menilai (mengenal)
teman-temannya.”
Dalam pepatah Arab dinyatakan, “Katakan kepadaku
siapa temanmu, maka aku akan sampaikan siapa sebenarnya kamu.”
Sebagian ahli hikmah menyatakan: “Kenali temanmu dengan mengenali temannya sebelummu.”

b. Akhlak seseorang juga akan diketahui dengan
safar (bepergian) dengannya.
Perjalanan jauh disebut safar (yang dalam bahasa Arab bermakna ‘menyingkap’) karena akan menyingkap hakikat jatidiri seseorang. Dalam safar,
akan terlihat banyak akhlak dan tabiatnya. Oleh karena itu, orang Arab menyatakan, “Safar adalah mizan (timbangan) bagi satu kaum.”

3. Bukan orang fasiq
__________________
Seorang fasiq tidak takut kepada Allah 'Azza wa jalla.
Seseorang yang tidak takut kepada Allah 'Azza wa jalla, maka kita tidak merasa aman dari
pengkhianatannya dan tidak bisa dipercaya.

4. Bukan ahlul bid’ah
____________________
Karena dikhawatirkan dia akan menebarkan
kebid’ahannya kepada orang lain[2].
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Tidak mungkin seorang Ahlus Sunnah berteman (condong) kepada ahlul bid’ah, kecuali karena adanya kemunafikan (dalam hatinya).”
Beliau rahimahullah berkata juga, “Hati-hatilah.
Janganlah engkau duduk bersama orang yang akan merusak hatimu. Jangan pula engkau dudukbersama
pengikut hawa nafsu,karena aku khawatir murka Allah Ta'ala menimpamu.”

5. Bukan orang yang tamak dan rakus terhadap dunia

(Lihat Mukhtashar Minhajul Qasidhin hal. 99, Ni’matul
Ukhuwah hal. 19-25)

Sumber : KIB Bontang