Selasa, 12 Januari 2016

CERCAAN ABDUL AZIZ AL BURA'I TERHADAP WALIYUL AMR & JAWABAN TERHADAP KEBATILAN PERNYATAANNYA PEMBELAAN ASY-SYAIKH YASIN TERHADAP ASY-SYAIKH HANI HAFIZHAHUMALLAH


بسم الله الرحمن الرحيم، والحمد لله رب العالمين، وأصلِّي وأسلم على النبي الأمين، وآله وصحبه أجمعين
Amma ba’du:
Sungguh telah muncul dari Abdul Aziz al-Bura’iy beberapa ucapan setelah asy-Syaikh Hani bin Buraik menerima jabatan negara.
Adapun redaksinya sebagai berikut:

(Baru)
Dari al-Allamah Abdul Aziz al-Bura’iy
1 Rabi’uts Tsani
"Kami tidak mengetahui bahwa Ahlus Sunnah senang dengan jabatan-jabatan, bahkan itu adalah jebakan. Dahulu para ulama lari menghindar darinya di masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Akan tetapi Allah memiliki urusan pada makhluk-Nya yang tidak kita ketahui. Dan aku akan menyebutkan kepada kalian jika Allah memberikan umur yang panjang."
(Ditulis di dalam Majmu’ah Anwarus Sunnah) Selesai.
Termasuk perkara yang sangat menyedihkan sekali munculnya ucapan semacam ini dari seorang yang mengaku memiliki ilmu dan agama. Sebagian ikhwah telah meminta kepada saya untuk membantah, hanya saja saya menundanya dan saya katakan kepada diri saya sendiri, "Jangan terburu-buru, barangkali ucapan ini didustakan atas nama dia!"
Hanya saja telah berlalu beberapa malam dan beberapa hari dan kita tidak mendengar pengingkaran darinya. Jika perkaranya demikian maka wajib untuk membantahnya.
Bantahan saya terhadapnya dari beberapa sisi.
1.Sisi pertama:
Sesungguhnya ucapan al-Bura’iy ini menunjukkan dengan jelas bahwa dia dan orang yang semisalnya itu bukanlah orang-orang  yang terpaksa. Bagaimana mereka dianggap terpaksa dalam keadaan mereka ini mendiamkan perbuatannya orang-orang Hutsiyah Rafidhah, dan sebaliknya mereka berusaha menunggu-nunggu bencana terhadap Ahlus Sunnah yang dengan sebab mereka Allah menolak kejahatan Rafidhah.
2. Sisi kedua:
Sesungguhnya hal itu juga menunjukkan dengan jelas tanpa ada sesuatupun yang menutupinya bahwa al-Bura’iy dan siapa saja yang semisal dengannya seperti al-Imam dan para pengikutnya, Abdurrahman Mar’i dan para pengikutnya serta para penggembos, mereka semuanya sepakat dengan kaedah al-Imam yaitu "Kemenangan-kemenangan Ahlus Sunnah terhadap Rafidhah itu menuju Jahannam" karena sesungguhnya mereka sampai saat ini tidak pernah mengingkari ucapannya. Tetapi yang mereka lakukan adalah menunggu-nunggu kesalahan atau ketergelinciran apapun dari Ahlus Sunnah yang dengan sebab mereka Allah menolak kejahatan Rafidhah. Hanya saja sebagian mereka ada yang menampakkan dan ada yang menyembunyikan, sebagian mereka ada yang terang-terangan dan sebagian mereka ada yang merahasiakan. Hal ini semakin bertambah jelas dengan perkara berikut:
3. Sisi Ketiga:
Waki’ Ibnul Jarrah dan yang selainnya dari para ulama salaf mengatakan, “Para ulama, mereka menulis apa yang menguntungkan untuk mereka dan apa yang merugikan mereka, adapun ahlul ahwa tidaklah menulis kecuali apa yang menguntungkan mereka saja.” Selesai.
Ibnul Jauzy di dalam “Tahqiq fi Mas’alatil Khilaf” I/23 berkata, “Orang yang paling tercela menurut saya dan orang-orang yang saya cela dari kalangan Fuqaha adalah Kibarul Muhaditsin yang mereka mengetahui mana riwayat yang shahih dan mana yang lemah dan mereka menulis sekian banyak tulisan dalam masalah tersebut. Namun ketika datang sebuah hadits yang lemah yang menyelisihi madzhab mereka, maka mereka menjelaskan sisi celaan terhadap hadits tersebut. Sebaliknya jika hadits yang lemah tersebut sesuai dengan madzhab mereka, maka merekapun membiarkan tanpa mencelanya. Maka yang semacam ini menunjukkan sedikitnya agama mereka dan betapa hawa nafsu menguasai mereka..." Kemudian beliau menyebutkan perkataan waki’ di atas.
-Selesai penukilan-
4. Sisi keempat:
Sesungguhnya al-Bura’iy -demi Allah- telah diharamkan dari sifat adil dan inshaf, jadi dia mengingkari asy-Syaikh Hani bin Buraik karena menerima jabatan dari negara, namun dia tidak mengingkari Muhammad al-Imam ketika dia menerima watsiqah yang penuh dengan kekafiran itu. Padahal perbedaan kedua perkara tersebut seperti langit dan bumi, seperti bintang Tsurayya dan tanah, dan seperti biji permata dengan biji jagung.
Maka saya katakan:
1. Sesungguhnya Watsiqah Muhammad al-Imam merupakan kekufuran, sedangkan jabatan asy-Syaikh Hani adalah perkara yang mubah pada asalnya.
2. Sesungguhnya asy-Syaikh Hani bin Buraik telah meminta bimbingan dalam hal tersebut kepada para ulama, sedangkan Muhammad al-Imam sama sekali tidak bermusyawarah dengan seorangpun.
3. Sesungguhnya jabatan asy-Syaikh Hani bin Buraik bisa jadi hal itu akan menjadi penolong untuk menguatkan Ahlus Sunnah di negeri Yaman serta menghancurkan ahli bid’ah dan orang-orang yang suka melemparkan keraguan, dan inilah perkara yang membuat kalian marah, wahai para penggembos!
Adapun penerimaan Muhammad al-Imam terhadap Watsiqah Thaghut tersebut maka semua itu hanya mendatangkan bencana yang besar terhadap kita dan berbagai macam musibah, diantaranya adalah memecahbelah Ahlus Sunnah di Yaman dan di luar Yaman, menguasakan Rafidhah di Yaman, turunnya kerendahan dan kehinaan terhadap Ahlus Sunnah di tempat-tempat yang dikuasai oleh Rafidhah, sebagaimana yang telah dikabarkan kepada saya oleh sebagian ikhwah kita yang mereka lari dari Shan’a, mereka mengabarkan kepada saya bahwa sebagian Ahlus Sunnah sampai mencukur habis jenggotnya karena takut kepada orang-orang Rafidhah.
Laa haula wa laa quwwata illa billah.
5. Sisi kelima:
Termasuk prinsip pokok Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang telah disepakati adalah mendengar dan mentaati pemerintah kita dan haramnya mencela mereka.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif bin Abdurrahman rahimahullah dalam ad-Durarus Saniyyah IX/104 berkata: “Mencela terhadap siapa saja yang Allah telah menjadikannya berkuasa terhadap kalian, menghinanya, menjatuhkan kehormatannya dan mencari-cari kekurangannya dalam rangka menjatuhkan dirinya, kemudian menuduh para ulama bersikap basa basi dan mendiamkan kemunkarannya, maka yang semacam ini demi Allah merupakan kesalahan yang besar dan ketergelinciran yang buruk.”
Selesai penukilan.
Mungkin sebagian orang ada yang menyangka bahwa yang dimaksud dengan pemerintah adalah para penguasa atau raja saja, dan mereka tidak tahu bahwa para wakil penguasa, mereka juga termasuk dalam hukum prinsip pokok ini, sebagaimana telah diriwayatkan oleh al-Bukhary dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسمعوا وأطيعوا وإن استعمل عليكم عبد حبشي كأن رأسه زبيبة.
"Mendengar dan taatlah walaupun yang menguasai kalian adalah budak Habasyi yang rambut kepalanya seperti kismis.”
Al-‘Ainy di dalam Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari, V/228 berkata: “Al-Kirmany berkata: 'Jika engkau mengatakan: bagaimana seorang budak itu bisa menjadi pemimpin, padahal syarat seorang itu bisa menjadi pemimpin adalah dia harus merdeka? Saya jawab: Bisa jadi dia menjadi pemimpin karena sebagian penguasa ada yang mengangkatnya, atau dia bisa menaklukkan negeri dengan kekuatannya."
Selesai penukilan.
Hanya saja, kalian bisa berkelit wahai para penggembos, yaitu dengan kalian mengatakan, “Sesungguhnya pemimpin kami yang sesuai dengan syari'at adalah Abdul Malik al Hutsy."
Dan ini merupakan perkara yang lebih pahit dibandingkan perkara yang pertama tadi.
Ya Allah, berikanlah kami keimanan dan amal shalih, dan kokohkanlah kami di atasnya hingga kami berjumpa dengan-Mu.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه.
Ditulis oleh:
Abul Abbas Yasin bin Ali al-Adany
Aden - Yaman
Selasa, 2 Rabi'uts Tsany 1437 H
Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata
Klik ➡JOIN⬅ Channel Telegram: http://bit.ly/tukpencarialhaq
http://tukpencarialhaq.com || http://tukpencarialhaq.wordpress.com